BAB I
- A. Pendahuluan
Rasulullah Muhammad saw adalah Rasul terakhir yang diutus oleh Allah swt untuk menyempurnakan risalahNya yang telah dibawa oleh para Rasul terdahulu sebelum Nabi Muhammad saw. Allah swt berfirman mengenai hal ini “Muhammad itu sekali-kali bukan bapak dari seorang laki-laki diantara kamu, akan tetapi dia adalah Raslullah dan penutup para Nabi. Dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu”.[1] Sebagai Rasul terakhir, Nabi Muhammad saw bertugas menyempurnakan ajaran Islam dalam seluruh aspek kehidupan dunia dan akhirat serta menyebar luaskannya ke seluruh penjuru dunia. Oleh karena itulah Allah swt bersabda “dan tiadalah kami mengutus kamu (Muhammad) melainkan untuk menajdi rahmat bagi semesta alam”.[2]
Mukjizat yang diberikan oleh Allah swt kepada Nabi Muhammad saw adalah sebuah mukjizat yang kekal hingga akhir zaman, yaitu kitab suci al-qur’an al-karim yang selalu dipelihara oleh Allah swt sendiri, sebagaimana firmanNya “sesungguhnya Kamilah yang menurunkan al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar menjaganya”.[3] Hal ini merupakan sebuah bukti nyata bahwa Nabi Muhammad saw adalah Rasul terakhir yang menyempurnakan ajaran Islam. Ajaran Islam yang disebarkan oleh Nabi Muhammad saw akan selalu terjaga dan dikenal oleh semua umat manusia, sehingga beliau mempunyai berju-juta pengikut di seluruh penjuru dunia. Semua pengikutnya sangat mengagungkan dan menghormati beliau dengan berusaha mengikuti sunnah-sunnahnya dan memujinya dengan cara bershalawat.
Shalawat memang sebuah kata yang diucapkan sebagai bentuk penghormatan kepada Nabi Muhammad saw, sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah swt dalam firmanNya
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikatNya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadaNya”.[4]
Maksud dari bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan adalah mengucapkan kata “shallallahu ‘alaihi wa sallam” (semoga Allah memberikan rahmat dan keselamatan kepadanya) atau kata “Allahumma shalli ‘alâ Muhammad” (ya Allah, berilah rahmat kepada Nabi Muhammad) dan mengucapkan kata “assalâmu’alaika ayyuhan Nabi” (keselamatan bagimu wahai Nabi).[5]
Sebagai sebuah pernyataan yang diperintahkan oleh Allah swt di dalam al-Qur’an, shalawat Nabi memiliki konsekuensi hukum yang harus dijalankan oleh umat islam sebagai hamba Allah. Selain itu, pada masa sekarang ini juga telah muncul beberapa kelompok orang yang mengagungkan shalawat dan membuat sebuah perkumpulan khusus untuk bersama-sama membaca shalawat. Akan tetapi, shalawat yang dibaca tersebut bukanlah shalawat yang diajarkan oleh Rasulullah. Jika dilihat sepintas, mungkin hal ini adalah sebuah permasahalan kecil yang tidak perlu dibesar-besarkan. Akan tetapi, jika dicermati dan diteliti lebih seksama, maka dapat diketahui bahwa ini adalah sebuah permasalahan serius yang membutuhkan penyelesaian dengan segera.
Terkait dengan ucapan shalawat sebagai bentuk penghormatan kepada Nabi Muhammd saw, muncul permasalahan lain, yaitu tentang hukum mengucapkan shalawat bagi setiap umat Islam. Apakah umat Islam diwajibkan mengucapkan shalawat, ataukah hukum mengucapkan shalwat hanyalah sunnah. Lalu kapankah seseorang harus mengucapkan shalawat. Bagaimana dengan hukum mengucapkannnya di dalam shalat, apakah sunnah atau wajib, atau ada hukum lainnya.
Shalawat kepada Nabi Muhammad saw juga dijadikan sebagai senjata oleh para Misionaris[6] dan orang-orang Kristen untuk melemahkan aqidah umat islam dengan mengatakan bahwa shalawat kepada Nabi Muhammad saw adalah dalam rangka mendo’akan beliau agar mendapat rahmat dan keselamtan, hal ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad saw belum selamat dan tidak mungkin bisa menyelamatkan dan memberi syafaat pada umatnya. Akan tetapi, Nabi Ibrahim as dan Nabi lainnya (kecuali Nabi Muhammad saw) sudah selamat karena tidak perlu mendapatkan do’a atau shalawat dari umatnya, dan otomatis mereka masuk surga. Berbeda dengan Nabi isa, yaitu Tuhannya orang-orang Kristen yang mendo’akan umatnya dan tidak meminta untuk dido’akan, sebagaimana yang terdapat dalam al-Kitab Lukas 22: 32 “tetapi aku telah berdo’a untuk engkau, supaya imanmu jangan gugur. Dan engkau jikalau sudah insyaf, kuatkanlah saudara-saudaramu”. Oelh karena itu, seseorang yang ingin selamat harus mengikuti Nabi Isa dengan masuk agama Kristen, bukan mengikuti Nabi Muhammad yang tidak bisa menyelamatkan dirinya sendiri.
Berdasarkan pada permasalan-permasalahan di atas, penulis akan memaparkan tentang hakikat shalawat Nabi Muhammad saw ditinjau dari al-Qur’an dan al-Hadits. Selian itu, penulis juga akan membahas tentang hukum shalawat dan jenis-jenis shalawat. Dalam pembahasannya, penulis akan menjelaskan betapa penting dan besar manfaat shalawat bagi umat Islam sehingga mereka yakin bahwa Nabi Muhammad adalah nabi yang mulia. Dengan demikian, hal ini akan menguatkan aqidah umat islam dan menghilangkan keraguan di dalam hati mereka.
- B. Pokok Masalah
Berdasarkan pada latar belakang ayng telah dipaaprkan di atas, terdapat beberapa hal yang menjadi pokok masalah dalam pembahasan ini, yaitu:
- Adakah penjelasan dari al-Qur’an dan al-Hadits yang menerangkan alasan keharusan umat Islam bershalawat kepada Nabi Muhammad saw?
- Bagaimana hukum bershalawat kepada Nabi Muhammad saw?
- Ada berapakah jenis-jenis shalawat dan manakah diantara jenis-jenis shalawat tersebut yang dapat dipraktekkan?
- C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
- Mengungkapkan alasan yang mengharuskan umat Islam bershalawat kepada Nabi Muhammad saw berdasarkan dalil yang terdapat di dalam al-Qur’an dan hadits Nabi Muhammad saw.
- Menjelaskan tentang hukum bershalawat kepada Nabi Muhammad saw.
- Menerangkan jenis-jenis shalawat serta menjelaskan shalawat yang dapat dipraktekkan dan tidak.
Sedangkan kegunaan penelitian ini adalah:
- Secara teoritis, penelitian ini akan memberikan kontribusi ayng cukup signifikan terhadap kajian keilmuan yang menyangkut akhlaq dan aqidah.
- Secara praktis, penelitian ini akan bermanfaat bagi siapa saja yang tertarik pada masalah shalawat dan akan memperkuat aqidah serta iman umat Islam.
- D. Telaah Pustaka
Shalawat berasal dari bahasa dengan kata dasar صَلَّى (shollaa) yang berarti berdo’a, merahmati. sedangkan shalawat (صَلَوَات)sendiri adalah bentuk jama’ dari bentuk masdar kata صَلَّى yang berarti do’a dan rahmat.
Definisi shalawat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah permohonan kepada Tuhan; membaca do’a; berdo’a memohon berkat Tuhan; dan do’a kepada Allah untuk Nabi Muhammad saw beserta keluarga dan sahabatnya.
Makna shalawat kepada Nabi di dalam al-qur’an terjemah Depag dibagi menjadi tiga menurut subyeknya, yaitu
- Shalawat dari Allah swt berarti memberi rahmat kepada makhluk.
- Shalawat dari malaikat berarti memintakan ampunan.
- Shalawat dari orang-orang mukmin berdo’a supaya diberi rahmat seperti dengan perkataan: Allahumma sholli ‘alaa Muhammad.[7]
Pembahasan mengenai shalawat kepada Nabi Muhammad saw telah dilakukan oleh beberapa penulis. Salah satu penulis yang memusatkan perhatiannya dalam masalah shalawat Nabi Muhammad adalah seorang mantan ‘Kiai NU’ bernama H. Mahrus Ali yang telah menulis sebuah buku berjudul “Mantan Kiai NU Menggugat Shalawat dan Dzikir (Nariyah, Al-Fatih, Munjiyat, Thibbul Qulub”. Pokok pembahasan yang dituliskan oleh H Mahrus Ali dalam buku tersebut adalah mengupas tuntas kesalahan-kesalahan, kesesatan-kesesatan dan bid’ah-bid’ah yang terkandung di dalam shalawat yang selama ini sering dijadikan sebagai amalan ibadah sehari-hari. Dalam mukadimahnya, H Mahrus Ali menyebutkan bahwa kini pengetahuan agama semakin teracuhkan, pelajaran al-Qur’an dan al-Hadits mulai ditinggalkan, akibatnya kebanyakan orang tidak sadar telah berbuat syirik meskipun berkubang dalam lumpur kesyirikan. Lebih-lebih berbagai aktifitas duniawi, yang bermanfaat mapun tidak, telah meninabobokan kehidupan. Kini, kehidupan dunia begitu sarat dengan perilaku maksiat dan mungkar, bahkan syirik pun menjadi sesuatu yang disegani dan disukai. Bahkan ada yang meyakini sebagai sarana untuk mendekatkan diri pada Sang Pencipta.
Setelah memberikan mukadimah pada bukunya, H Mahrus Ali kemudian memaparkan berbagai bentuk kesalahan dan kesyirikan yang dibalut dengan kalimat ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah swt. Berbagai bentuk ritual yang mengandung kesyirikan telah disebutkannya, termasuk di dalamnya adalah shalawat. Beberapa shalawat yang tergolong syirik. yang disebutkan oleh H Mahrus Ali, adalah shalawat nariyah, shalawat al-fatih, shalawat munjiyat, shalawat thibbul qulub dan shalawat badar.
- E. Metode Penelitian
- Jenis dan Sifat Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian pustaka (library research), yaitu penelitian yang menggunakan buku-buku sebagai sumber datanya.[8]
- Metode Pengumpulan Data
Karena kajian ini adalah kajian kepustakaan, maka metode pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi. Adapun sumber-sumber data yang digunakan adalah al-qur’an, kitab hadits, alkitab (Injil), buku-buku, homepage, majalah dan artikel.
- Metode Analisa Data
Metode analisa data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara kualitatif menggunakan instrument analisis deduktif dan interpretatif. Deduktif adalah langkah analisis dari hal-hal yang bersifat umum ke hal-hal yang bersifat khusus. Sedangkan interpretatif adalah menafsirkan, membuat tafsiran, tetapi tidak bersifat subyektif (menurut selera orang yang menafsirkan) melainkan bertumpu pada evidensi obyektif untuk mencapai kebenaran yang obyektif.
- F. Sistematika Pembahasan
Pembahasan dalam penelitian ini meliputi pembahasan awal yang berisi latar belakang masalah, pokok masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, telaah pustaka, kerangka teoritik, metode penelitian dan sistematika pembahasan. Kemudian dilanjutkan dengan pembahasan inti yang berisi tentang perintah bershalawat kepada Nabi Muhmmad saw di dalam al-Qur’an dan hadits-hadits yang menyatakan keutamaan shalawat kepada Nabi Muhammad saw. Pembahasan ini dirasa penting karena ayat al-Qur’an dan hadits adalah landasan pokok munculnya suatu hukum.
Pembahasan selanjutnya adalah mengenai hukum bershalawat kepada Nabi Muhammad saw, baik secara umum maupun hukum khusus di dalam shalat. Maksud dari hukum shalawat secara umum adalah hukum mengucapkan shalawat bagi setiap muslim tidak terbatas pada tempat dan waktu tertentu. Sedangkan hukum shalawat secara khusus di dalam shalat adalah hukum mengucapkan shalawat Nabi Muhammad saw ketika seseorang sedang melaksanakan shalat, apakah dalam salah satu bacaan shalat tersebut diharuskan membaca shalawat ataukah tidak.
Selanjutnya, pembahasan inti yang terakhir adalah menjelaskan tentang berbagai macam jenis shalawat yang banyak diamalkan oleh masyarakat Islam saat ini. Pembahasan ini muncul karena mengingat betapa marak gerakan atau kelompok islam tertentu yang menggalakkan semangat bershalawat dan menghidupkan shalawat dalam kehidupan sehari-hari dengan macam dan bentuk shalawat yang beragam. Kemudian, sebagai langkah terakhir adalah menarik kesimpulan dan saran.
BAB II
SHALAWAT NABI MUHAMMAD SAW DALAM AL-QUR’AN DAN AL-HADITS
Pembahasan mengenai shalawat Nabi Muhammad saw dalam Risalah ini, penulis akan merujuk kepada al-Qur’an dan as-Sunnah yang menyatakan atau menetapkan adanya shalawat kepada Nabi Muhammad saw dan mengharuskan umat Nabi Muhammad saw untuk mengucapkannya. Selain menyebutkan keberadaan shalawat Nabi Muhammad saw dalam al-Qur’an dan al-Hadits, penulis juga akan menjelaskan hikmah di balik pewajiban shalawat Nabi Muhammad saw.
- A. Shalawat Nabi Muhammad saw dalam al-Qur’an
Al-qur’an adalah sumber hukum pertama umat islam dan merupakan mukjizat Allah swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw yang berisi risalah, peraturan-peraturan, kisah-kisah, hukum-hukum, pelajaran dan lain sebagainya untuk umat islam. Sebagai kitab suci penyempurna risalah yang diemban oleh Rasulullah saw, al-Qur’an senantiasa menjelaskan segala sesuatu yang selayaknya dilakukan oleh seorang hamba, dan salah satu yang dijelaskan oleh al-Qur’an adalah tentang shalawat kepada Muhammad saw. Shalawat telah disebutkan di dalam surat al-Ahzab (33): 56
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Artinya: sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikatNya bersholawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersholawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadaNya.
Ayat tersebut menyebutkan bahwa Allah swt dan malaikat-malaikatNya bershalawat untuk Nabi Muhammad saw. Hal ini bukan berarti Allah swt dan malaikat-malaikatNya mengaharapkan rahmat dengan bershalawat, akan tetapi yang dimaksud dengan Allah swt bershalawat untuk Nabi Muhammad saw adalah Allah swt memuji Nabi Muhammad saw di sisi para malaikat dan memberi barakah. Sedangkan yang dimaksud malaikat bershalawat kepada Nabi Muhammad adalah malaikat mendoakannya. Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits riwayat al-Bukhari
قَالَ أبُو الْعَالِيَةِ: صَلَاةُ اللهِ: ثَنَاؤُهُ عَلَيْهِ عِنْدَ الْمَلَائِكَةِ، وَصَلَاةُ الْمَلَائِكَةِ: الدُّعَاءُ. وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: يُصَلُّوْنَ: يُبَرِّكُوْنَ
Artinya: Abu al-‘Aliyah berkata, shalawat Allah adalah pujian Allah kepada Nabi Muhammad di sisi para malaikat, dan shalawat Malaikat adalah do’a. Ibnu Abbas nerkata, ‘Yushallûna’ artinya mereka memberi barakah.[9]
Selain itu, shalawat dari Allah juga dapat berarti rahmat dan shalawat dari malaikat adalah permohonan ampun, sebagaimana terdapat di dalam hadits yang diriwayatkan dari Shofyan ats-Tsauri dan beberapa ahli ilmu, mereka berkata
صَلَاةُ الرَبِّ: الرَحْمَةٌ، وَصَلَاةُ الْمَلَائِكَةِ: الْاِسْتِغْفَارُ
Artinya: “Shalawat Tuhan adalah rahmat, dan shalawat malaikat adalah permohonan ampun”.
Berdasarkan pada penjelasan tersebut maka tuduhan yang dilontarkan oleh kaum nasrani bahwa Nabi Muhammad saw adalah orang yang tidak selamat karena membutuhkan pertolongan do’a dari umatnya tidaklah benar. Tuduhan tersebut hanyalah omong kosong yang digunakan untuk menjatuhkan mental uamt islam dan digunakan untuk menggoyahkan iman umat Nabi Muhammad saw. Sementara itu, di dalam shalawat Nabi terdapat beberapa hikmah yang sangat besar, salah satunya adalah meyakinkan umat islam bahwa Nabi Muhammad memiliki kedudukan yang tinggi di sisi Allah swt dan mendapatkan rahmat khusus dari Allah swt.
Maksud keseluruhan dari ayat ini adalah Allah swt mengkhabarkan kepada para hambaNya mengenai kedudukan nabiNya pada tempat tertinggi di sisi Allah swt. Allah swt memuji Nabi Muhammad saw dihadapan para malaikat, dan para malaikat juga bershalawat (mendo’akan dan memohonkan ampun) untuk Nabi Muhammad. Lalu Allah swt memerintahkan para hambaNya -yang kedudukannya lebih rendah daripada Nabi Muhammad saw- untuk bershalawat dan mengucapkan salam penghormatan kepada Nabi Muhammad saw supaya pujian terhadap Nabi saw terkumpul dari seluruh hambaNya.[10]
Allah swt mewajibkan umat muslim untuk mengucapkan shalawat kepada Nabi Muhammad saw bukan dikarenakan Nabi membutuhkan shalawat tersebut, akan tetapi karena kemuliaan dan keagungan yang dimiliki oleh Nabi Muhammad saw dalam rangka menghormatinya. Sudah selayaknya bagi orang yang memiliki kedudukan lebih rendah untuk menghormati orang yang memiliki kedudukan lebih tinggi dan mulia.
- B. Shalawat Nabi Muhammad saw dalam al-Hadits
As-Sunnah adalah sumber hukum kedua setelah al-Qur’an. Sebagai sumber hukum kedua, as-Sunnah memiliki fungsi untuk memperkuat hukum yang ada dalam al-Qur’an (bayân at-taqrîr), menjelaskan hukum yang masih samar di dalam al-Qur’an (bayân at-tafsîr), metapkan hukum yang tidak ada di dalam al-Qur’an (bayân at-tasyri’), serta menjelaskan tentang ayat nâsikh dan mansûkh (bayân an-naskh). Salah satu ayat al-Qur’an yang diperkuat oleh as-Sunnah adalah Qs. al-Ahzab (33): 56 yang berisi tentang shalawat Nabi.
Beberapa hadits menyebutkan mengenai shalawat Nabi Muhammad dan mayoritas hadits mengemukakan keutamaan shalawat Nabi Muhammad, seperti beberapa hadits berikut ini:
- Hadits riwayat Ahmad
مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَاةً لَمْ تَزَلْ الْمَلَائِكَةُ تُصَلِّي عَلَيْهِ مَا صَلَّى عَلَيَّ فَلْيُقِلَّ عَبْدٌ مِنْ ذَلِكَ أَوْ لِيُكْثِرْ
Artinya: Barang siapa yang bershalawat kepadaku satu kali shalawat maka malaikat akan senantiasa bershalawat kepadanya selama ia bershalawat kepadaku. Lalu ada hamba yang sedikit (bershalawat) dan banyak (bershalawat).
- Hadits riwayat an-Nasa’i
مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَاةً وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرَ صَلَوَاتٍ وَحُطَّتْ عَنْهُ عَشْرُ خَطِيئَاتٍ وَرُفِعَتْ لَهُ عَشْرُ دَرَجَاتٍ
Artinya: Barang siapa yang bershalawat kepadaku satu kali shalawat maka Allah akan bershalawat kepadanya sebanyak sepuluh kali dan sepuluh kesalahannya akan dihapus serta derajatnya akan diangkat sepuluh kali.
- Hadits riwayat Tirmidzi
قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – إِنَّ أَوْلَى اَلنَّاسِ بِي يَوْمَ اَلْقِيَامَةِ, أَكْثَرُهُمْ عَلَيَّ صَلَاةً
Artinya: Rasulullah saw bersabda, sesungguhnya orang pertama yang akan bersamaku pada hari kiamat adalah orang yang paling banyak bershalawat kepadaku.
- Hadits riwayat Tirmidzi, an-Nasa’i dan Ibnu Hibban
قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيه وسَلَّم : إِنَّ الْبَخِيلَ مَنْ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ
Artinya: Rasulullah saw bersabda, sesungguhnya orang bakhil adalah orang yang apabila aku disebut disampingnya, ia tidak bershalawat kepadaku.
Hadits-hadits tersebut menerangkan mengenai keutamaan dan kewajiban shalawat kepada Nabi Muhammad saw. Hadits pertama menjelaskan bahwa seseorang yang bershalawat kepada Nabi Muhammad saw maka malaikat akan senantiasa bershalawat kepadanya. Hadits kedua menjelaskan bahwa Allah swt akan bershalawat sepuluh kali kepada hamba yang bershalawat satu kali untuk Nabi Muhammad saw, hal ini menunjukkan bahwa orang yang bershalawat akan mendapatkan rahmat sepuluh kali lipat. Hadits ketiga menjelaskan bahwa orang yang pertama bersama Rasulullah saw di hari kiamat adalah orang yang paling banyak bershalawat kepadanya, dengan demikian dapat dipastikan bahwa orang yang paling banyak bershalawat kepada Nabi Muhammad saw akan selamat dan masuk surga. Hadits keempat menjelaskan bahwa orang yang tidak mau bershalawat kepada Rasulullah saw saat mendengar namanya disebutkan adalah orang yang bakhil.
BAB III
HUKUM MEMBACA SHALAWAT NABI MUHAMMAD SAW
- A. Hukum Shalawat Nabi Muhammad saw secara Umum
Setelah memperhatikan dalil-dalil yang mengharuskan mengucapkan shalawat kepada Nabi Muhammad saw, perlu adanya pembahasan yang lebih mendalam untuk menentukan hukumnya. Hal ini diperlukan karena setiap perintah yang ada di dalam al-Qur’an, terlebih dikuatkan oleh beberapa hadits adalah sebuah perintah yang harus dikerjakan oleh setiap hamba. Selain itu, hal ini juga berhubungan dengan sikap yang harus diambil dan akhlak yang harus dimiliki oleh umat muslim.
Perintah Allah swt kepada orang-orang mukmin untuk bershalawat kepada Nabi Muhammad saw dalam firmanNya صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا (bersholawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadaNya) menunjukkan atas kewajibannya. Hal ini berdasarkan kaidah Ushuliyah yang menyatakan
الْأَصْلُ فِي الْأَمْرِ لِلْوُجُوْبِ اِلَّا مَا دَلَّ الدَلِيْلُ عَلَى خِلَافِهِ
Artinya: Asal dalam perintah adalah wajib, kecuali jika ada dalil yang menyelisihinya.
Berdasarkan pada hal ini, para ulama’ setuju bahwa hukum bershalawat kepada Nabi Muhammad saw adalah wajib[11]. Akan tetapi mereka berbeda pendapat mengenai waktu wajibnya mengucapkan shalawat. Sebagian ulama’ berpendapat bahwa wajib mengucapkan shalawat setiap kali disebutkan nama Nabi Muhammad saw. Ada pula yang berpendapat bahwa shalawat wajib diucapkan hanya satu kali dalam suatu majelis (pertemuan) meskipun dalam majelis tersebut nama Nabi Muhammad saw disebutkan berkali-kali. Sedangkan ulama’ yang lain berpendapat bahwa wajib memperbanyak shalawat tanpa ada batasan jumlah dan tidak pula dibatasi hanya dalam majlis tertentu. Pendapat mereka ini didasarkan pada perintah Allah swt dalam Qs. al-Ahzab (33): 56 dan hadits nabi yang mengandung ancaman bagi orang yang tidak mau bershalawat kepada Nabi Muhammad saw[12].
Kaidah ushuliyah menyatakan bahwa
الْأصْلُ فِي الْأمْرِ لَا يَقْتَضِي التِكْرَارَ اِلَّا مَا دَلَّ الدَلِيْلُ عَلَي خِلَافِهِ
Artinya: Asal di dalam sebuah perintah tidak mengharuskan pengulangan, kecuali terdapat dalil yang menyelisihinya.
Berdasarkan pada kaidah tersebut Jumhur Ulama’ berpendapat bahwa shalawat Nabi hanya wajib diucapakan sekali seumur hidup. Selain itu, mereka juga menyatakan bahwa shalawat Nabi adalah salah satu bentuk muqarabah (mendekatkan diri pada Allah swt) dan ibadah seperti dzikir, tasbih dan tahmid. Oleh karena itu, shalawat Nabi hanya wajib diucapkan sekali seumur hidup, selebihnya adalah sunnah. Namun sudah selayak bagi setiap muslim untuk memperbanyak shalawat karena beberapa keutamaan yang dimilikinya, sebagaimana yang terdapat dalam hadits-hadits Nabi.
- B. Hukum Membaca Shalawat Nabi Muhammad saw dalam Shalat
Shalat adalah ibadah yang wajib ditegakkan oleh setiap muslim dengan syarat-syarat dan rukun-rukun yang telah ditetapkan oleh Rasulullah saw. Salah satu rukun shalat adalah membaca tasyahud. Mengenai membaca tasyahud ini, para ulama’ telah bersepakat bahwa hal itu termasuk rukun shalat, akan tetapi mereka berbeda pendapat mengenai hukum bacaan shalawat di dalam tasyahud. Dalam hal ini, para ulama’ terbagi menjadi dua kelompok pendapat, kelompok pertama berpendapat bahwa membaca shalawat Nabi Muhammad saw hukumnya adalah wajib dan kelompok kedua berpendapat bahwa membaca shalawat Nabi Muhammad saw hukumnya adalah sunnah muakkadah[13].
Ulama’ yang berpendapat wajib membaca shalawat dalam shalat adalah Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal. Mereka mendasarkan pendapatkan mereka dengan dalil firman Allah
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bersholawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadaNya.”[14]
Bentuk Amr (perintah) dalam ayat ini menunjukkan hukum wajib, dan kewajiban ini bersifat muthlaq, tidah terbataas pada keadaan teretentu sehingga sholawat juga wajib diucapkan di dalam shalat.
Dalil lain yang digunakan oleh Syafi’iyah dan Hanabilah adalah hadits dari Abu Sa’id al-Khudri
يَا رَسُوْلَ اللهِ هَذَا التَسْلِيْمُ عَلَيْكَ قَدْ عَرَفْنَاُه فَكَيْفَ الصَّلَاةُ عَلَيْكَ قَالَ قُوْلُوْا اللّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَرِسُوْلِكَ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وِآلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إبْرَاهِيْمَ
Artinya: wahai Rasulullah, salam bagimu ini telah kami ketahui, lalu bagaimanakah bershalawat kepadamu? Nabi menjawab: katakanlah “ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad, hambaMU dan rasulMu, sebagaimana Engkau memberi shalawat kepada Ibrahim. Dan berilah barakah kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau member barakah kepada Ibrahim.
Pendapat kedua adalah hukum membaca shalawat Nabi Muhammad saw di dalam shalat itu sunnah muakkadah. Ulama’ yang berpendapat demikian adalah Malikiyah dan Hanafiyah. Mereka menggunakan argumen sebagai berikut:
- Firman Allah Ta’ala
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian kepadanya.
Ayat ini mengandung perintah untuk bershalawat kepada Nabi saw dan hukumnya adalah wajib. Maka ketika seseorang telah melakukannya satu kali baik di dalam maupun di luar shalat, berarti ia telah melaksanakan kewajibannya, sehingga ia sudah tidak memiliki kewajiban untuk mengucapkannya di dalam setiap shalat.
- Hadits dari Ibnu Mas’ud tentang seseorang yang diperintah untuk mengulangi shalatnya karena belum sempurna.
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- دَخَلَ الْمَسْجِدَ فَدَخَلَ رَجُلٌ فَصَلَّى ثُمَّ جَاءَ فَسَلَّمَ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَرَدَّ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَلَيْهِ السَّلاَمَ وَقَالَ « ارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ ». فَرَجَعَ الرَّجُلُ فَصَلَّى كَمَا كَانَ صَلَّى ثُمَّ جَاءَ إِلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَسَلَّمَ عَلَيْهِ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « وَعَلَيْكَ السَّلاَمُ ». ثُمَّ قَالَ « ارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ ». حَتَّى فَعَلَ ذَلِكَ ثَلاَثَ مِرَارٍ فَقَالَ الرَّجُلُ وَالَّذِى بَعَثَكَ بِالْحَقِّ مَا أُحْسِنُ غَيْرَ هَذَا فَعَلِّمْنِى. قَالَ « إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلاَةِ فَكَبِّرْ ثُمَّ اقْرَأْ مَا تَيَسَّرَ مَعَكَ مِنَ الْقُرْآنِ ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ثُمَّ اجْلِسْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا ثُمَّ افْعَلْ ذَلِكَ فِى صَلاَتِكَ كُلِّهَا ».
Artinya: sesungguhnya Rasulullah masuk masjid, lalu ada seorang laki-laki yang masuk masjid dan melaksanakan shalat. Setelah selesai shalat, ia menemui Rasulullah dan mengucapkan salam kepada beliau, lalu beliau menjawab salamnya dan berkata “ulangilah shalatmua, karena engkau belum shalat”. Hal ini berlangsung hingga tiga kali, lalu laki-laki tersebut berkata “demi zat yang mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak mampu melakukan yang lebih baik dari pada ini, maka ajarilah aku”. Lalu Nabi bersabda “jika menunaikan shalat maka bertakbirlah kemudian bacalah al-Qur’an yang menurutmu mudah kemudian ruku’lah dengan tuma’ninah kemudian berdirilah hingga tegak, kemudian sujudlah dengan tuma’ninah kemudian duduklah hingga tuma’ninah. Kerjakanlah hal ini pada setiap shalatmu”. (HR. Abu Daud)
Dalam hadits tersebut Nabi menerangkan tata cara shalat yang sempurna, dan beliau tidak menyebutkan shalawat Nabi, jadi shalawat Nabi tidak wajib dibaca saat shalat.
- Hadits dari Mu’awiyah as-Sulami
إِنَّ هَذِهِ الصَّلاَةَ لاَ يَصْلُحُ فِيهَا شَىْءٌ مِنْ كَلاَمِ النَّاسِ إِنَّمَا هُوَ التَّسْبِيحُ وَالتَّكْبِيرُ وَقِرَاءَةُ الْقُرْآنِ
Artinya: sesungguhnya di dalam shalat tidak pantas ada perkataan manusia. Shalat hanyalah Tasbih, Takbir dan bacaan al-Qur’an. (HR. Muslim)
Hadits tersebut tidak menyebutkan adanya shalawat Nabi, jadi shalawat Nabi tidak termasuk kewajiban di dalam shalat.
BAB IV
JENIS-JENIS SHALAWAT
Shalawat adalah sebuah kalimat yang wajib diucapkan oleh setiap muslim satu kali dalam seumur hidupnya, dan selebihnya adalah sunnah. Kemudian muncul beberapa kelompok muslim yang sangat mengagungkan shalawat demi mendapatkan limpahan rahmat. Kelompok-kelompok ini saling berlomba untuk memperbanyak shalawat dalam hidupnya dengan berbagai macam kalimat yang berbeda-beda. Ini adalah hal positif yang dimiliki uamt islam, akan tetapi hal positif ini dapat berubah menjadi sesuatu yang negatif dengan munculnya beberapa shalawat yang salah, yaitu shalawat yang tidak pernah diajarkan oleh Nabi Muhammad.
Jika ditinjau lebih lanjut, shalawat terbagi menjadi 2 macam, yaitu shalawat yang benar sebagaimana yang dipraktekkan dan diperintahkan oleh Nabi Muhammad saw dan shalawat yang salah atau shalawat yang tidak pernah dicontohkan dan dipraktekkan oleh Nabi Muhammad. Status dari shalawat yang salah ini ada yang tergolong bid’ah, bahkan ada pula yang tergolong syirik karena beberapa lafadz di dalamnya menjurus kepada arah kesyirikan.
- A. Shalawat yang Sesuai dengan Tuntunan Nabi Muhammad Saw
Nabi Muhammad saw mengajarkan shalawat kepada para sahabat dengan bemacam-macam bentuk dan lafal. Bentuk-bentuk shalawat dapat dilihat dari beberapa hadits berikut ini:
- Hadits riwayat Bukhari, Muslim dan Abu Daud
أنَّهُمْ قَالُوْا:يَا رَسُوْلَ اللهِ كَيْفَ نُصَلِّي عَلَيْكَ ؟ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ (قُوْلُوا اللّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَأزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إبْرَاهِيْمَ إنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ )
Artinya: Mereka (para sahabat) berkata, ya Rasulullah bagaimana kami bershalawat kepadamu? Rasulullah menjawab saw, katakanlah, “ya Allah, berilah shalawat kepada Muhammad, istri-istrinya dan keturunannya sebagaimana Engkau bershalawat atas keluarga Ibrahim, dan berkahilah Muhammad, istri-istrinya dan keturunannya sebagaimana Engkau memberkahi keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia”.
- Hadits riwayat Bukhari
Ada seorang sahabat yang bertanya
يَا رَسُوْلَ اللهِ أمَّا السَلَامُ عَلَيْكَ فَقَدْ عَرَفْنَاهُ فَكَيْفَ الصَلَاةُ ؟ قَالَ ( قُوْلُوْا اللّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إبْرَاهِيْمَ إنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ اللّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إبْرَاهِيْمَ إنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ)
Artunya: Ya Rasulullah, kami telah mengetahui salam kepadamu, lalu bagaimana kami bershalawat kepadamu? Nabi menjawa, katakanlah, “ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad sebagaimana engkau bershalawat kepada Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia. Ya Allah berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau memberkahi Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia”.
- Hadits riwayat Bukhari. Para sahabat berkata,
يَا رَسُوْلَ اللهِ هَذَا السَلَامُ عَلَيْكَ فَكَيْفَ نُصَلِّي عَلَيْكَ ؟ قَالَ (قُوْلُوْا اللّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إبْرَاهِيْمَ وَ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إبْرَاهِيْمَ وآلِ إبْرَاهِيْمَ )
Artinya: Ya Rasulullah, ini adalah salam kepadamu, lalu bagaimana kami bershalawat kepadamu? Nabi menjawa, katakanlah, “ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad, hambaMu dan utusanMu, sebagaimana engkau bershalawat kepada Ibrahim, dan berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau memberkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim.
- Hadits riwayat Abu Daud
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَكْتَالَ بِالْمِكْيَالِ الأَوْفَى إِذَا صَلَّى عَلَيْنَا أَهْلَ الْبَيْتِ فَلْيَقُلِ اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ النَّبِىِّ وَأَزْوَاجِهِ أُمَّهَاتِ الْمُؤْمِنِينَ وَذُرِّيَّتِهِ وَأَهْلِ بَيْتِهِ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ ».
Artinya: Dari Abu Hurairah, dari Nabi saw, beliau bersabda, barang siapa berbahagia dengan timbangan yang paling sempurna apabila ia bershalawat kepadaku dan ahli bait, maka hendaknya ia bengucapkan “ya Allah bershalawatlah kepada Muhammad, seorang Nabi, dan istri-istrinya, Ummahatul Mukminin, dan para keturunannya serta ahli baitnya, sebagaimana Engkau bershalawat kepada Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia”.
- Hadits riwayat Abu Daud, dari para sahabat, mereka berkata:
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَمَرْتَنَا أَنْ نُصَلِّىَ عَلَيْكَ وَأَنْ نُسَلِّمَ عَلَيْكَ فَأَمَّا السَّلاَمُ فَقَدْ عَرَفْنَاهُ فَكَيْفَ نُصَلِّى عَلَيْكَ قَالَ « قُولُوا اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ ».
Artinya: wahai Rasulullah, engkau memerintahkan kami agar bershalawat dan memberi salam kepadamu, kami telah mengetahui cara memberi salam kepadamu, lalu bagaimana kami bershalawat kepadamu? Nabi menjawab, katakanlah, “ya Allah bershalawatlah kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau bershalawat kepada Ibrahim dan berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau memberkahi keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia”.
Demikianlah beberapa hadits yang menerangkan tentang lafadz shalawat Nabi Muhammad saw yang benar. Selain hadits-hadits tersebut, masih terdapat beberapa hadits yang memiliki esensi sama, yaitu mengucapkan Shalawat kepada Nabi Muhammad, istri, keluarga dan anak cucunya. Semua hadits yang ada tidak mengandung kesyirikan seperti meyakini bahwa Nabi adalah yang maha menyembuhkan, maha member rizqi dan lain sebagainya. Jadi bagi setiap kaum muslim yang hendak mengucapkan shalawat kepada Nabi Muhammad harus berpegang pada hadits-hadits tersebut agar sesuai dengan ajaran Rasulullah.
- B. Shalawat yang Tidak Sesuai dengan Tuntunan Nabi Muhammad saw
Ada beberapa kalangan orang yang menghidupkan shalawat-shalawat tertentu dan menganggapnya sebagai ibadah khusus. Padahal Rasulullah saw sama sekali tidak pernah mengajarkan shalawat tersebut. Bahkan ada beberapa kalimat shalawat yang mengandung kesyirikan. Tujuan mereka bermacam-macam, ada yang melakukannya karena kecintaannya pada Nabi Muhammad, mengikuti perbuatan yang dilakukan kiai atau gurunya, adapula yang berkeyakinan bahwa shalawat-shalawat tersebut mampu mendatangkan berkah, rezeki dan lain sebagainya.
Berikut ini adalah beberapa shalawat bid’ah yang dianggap membawa berkah oleh sebagian kalangan.
- Shalawat Nariyah. Shalawat nariyah sering dibaca oleh kalangan kaum muslimin dan ada yang menganggap shalawat ini memiliki khasiat yang luar biasa, seperti mendatangkan rezeki, mengobati penyakit, memudahkan urusan, dan lain sebagaunya. Lafadz shalawat nariyah adalah sebagai berikut,
اللّهُمَّ صَلِّ صَلَاةً كَامِلَةً وَسَلِّمْ سَلَامًا تَامًّا عَلَي سَيِّدِنَا مُحَمَّدٌ الَّذِي تَنْحَلُّ بِهِ الْعُقَدُ وَتَنْفَرِجُ بِهِ الْكُرَبُ وَتُنَالُ بِهِ الرَغَائِبُ وَتُقْضَي بِهِ الْحَوَائِجُ وَيُسْتَسْقَي الْغَمَامُ بِوَجْهِهِ الْكَرِيْمِ عَدَدَ كُلِّ لَمْحَةٍ وَنَفَسٍ بِعَدَدِ كُلِّ مِعْلُوْمٍ لَكَ
Artinya: wahai Allah! Curahkanlah rahmat yang sempurna dan kesejahteraan yang sempurna kepada sayyidina Muhammad sebanyak kedipan mata, hembusan nafas dan sebanyak seluruh apa yang Engkau ketahui. Yang dengannya segala ikatan menjadi lepas, segala kesedihan akan lenyap, dan dengannya segala cita-cita tercapai, dengannya pula segala kebutuhan akan terpenuhi, dan dengan wajahnya yang mulia awan berubah menjadi hujan.
Shalawat nariyah ini merupakan shalawat bid’ah karena Rasulullah sama sekali tidak pernah mengajarkannya. Bahkan shalawat ini mengandung kesyirikan karena orang yang mengucapkannya berarti telah menjadikan tandingan dan sekutu bagi Allah yang Maha Esa. Kalimat Yang dengannya segala ikatan menjadi lepas berarti semua kesulitan yang menyelesaikan adalah Rasulullah yang sudah wafat, bukan Allah yang Maha Hidup. Begitu pula dengan kalimat segala kesedihan akan lenyap berarti segala kesedihan akan hilang bukan karena pertolongan, rahmat atau karunia Allah. Padahal, segala sesuatu yang ada di kehidupan dunia adalah milik Allah, Allah yang menghendaki kebaikan dan keburukan, sementara Rasulullah hanyalah orang yang diutus sebagai perantara untuk menyampaikan riasalahNya kepada seluruh umat manusia.
- Shalawat al-Fatih. Shalawat al-Fatih adalah shalawat yang dianggap lebih utama daripada membaca al-Qur’an. Shalawat al-Fatih berbunyi sebagai berikut,
اللّهُمَّ صَلِّ عَلَي سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْفَاِتحِ لِمَا أُغْلِقَ وَالْخَاتِمِ لِمَا سَبَقَ وَالْمُعْلِنِ الْحَقَّ بِالْحَقِّ
Artinya: ya Allah berilah rahmat kepada sayyidina Muhammad sang pembuka segala hal yang tertutup, pemungkas hal yang terdahulu, dan yang menyatakan kebenaran dengan cara yang benar.
Shalawat ini mengandung keganjilan pada kalimat sang pembuka segala hal yang tertutup. Apakah yang dimaksud dengan hal yang tertutup adalah rezeki atau langit atau sesuatu lain, dan kemudian Nabi Muhammad yang membukanya. Padahal Allah swt menegaskan
Atau siapakah yang menciptakan (manusia dari permulaannya), kemudian mengulanginya (lagi), dan siapa (pula) yang memberikan rezki kepadamu dari langit dan bumi? Apakah disamping Allah ada tuhan (yang lain)?. Katakanlah: “Unjukkanlah bukti kebenaranmu, jika kamu memang orang-orang yang benar.”[15]
Shalawat al-Fatih adalah shalawat buatan manusia karena tidak ada satupun hadits Rasul yang menceritakan tentang shalawat al-Fatih. Sudah barang tentu shalawat ini tidak lebih baik daripada membaca al-Qur’an.
- Shalawat Munjiyat. Shalawat munjiyat sering digunakan sebagai do’a setelah shalat fajar. Lafadz shalawat munjiyat adalah
اللّهُمَّ صَلِّ عَلَي سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَاةً تُنْجِنَا بِهَا يَا اللهُ مِنْ جَمِيْعِ الْأحْوَالِ وَالآفَاتِ وَتَقْضِي لِي بِهَا جَمِيْعَ الْحَاجَاتِ وَتُطَهِّرُنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ السَّيِّئَاتِ وَتَرْفَعُنَا بِهَا أعْلَى الدَرَجَاتِ وَتُبَلِّغُنَا بِهَا أقْصَى الْغَايَاتِ مِنْ جَمِيْعِ الْخَيْرَاتِ فِي الْحَيَاةِ وَبَعْدَ الْمَمَاتِ يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ
Artinya: ya Allah berilah shalawat kepada sayyidina Muhammad. Ya Allah dengan shalawat itu kami diselamatkan dari segala bencana, seluruh kebutuhan tercapai, seluruh kejelekan dibersihkan dari kami, Engkau angkat kami ke derajat yang paling tinggi, dan cita-cita yang paling tinggi berupa kebaikan di dalam kehidupan dunia, dan setelah mati akan tercapai, wahai Tuhan seru sekalian alam.
Shalawat ini menunujukkan bahwa seseorang yang mengucapkannya berarti telah meminta keselamatan dan kebahagiaan dengan bertawashul menggunakan shalawat dan mensyaratkan kepada Allah swt agar menunaikan permintaannya. Dengan kata lain, ucapan shalawat ini tidak ikhlas untuk mengagungkan Nabi Muhammad saw melainkan untuk meminta keselamatan dan kebahagiaan.
Mayoritas shalawat munjiyat yang tersebar di Indonesia menggunakan kata به pada setiap kata بها. Bila menggunakan kata به berarti bertawasul kepada Nabi Muhammad saw yang sudah wafat. Hal ini termasuk syirik karena bertawasul kepada seseorang yang sudah meninggal dunia.
- Shalawat thibbul qulub. Shalawat thibbul (penawar hati) adalah shalawat yang terkadang dibaca oleh muballigh atau kiai dalam mukadimah pidatonya, dan ada pula yang menyakininya dapat menyembuhkan penyakit. Redaksi shalawat thibbul qulub adalah
اللّهُمَّ صَلِّ عَلَي نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ طِبِّ الْقُلُوْبِ وَدَوَائِهَا وَعَافِيَةِ الْأبْدَانِ وَشِفَائِهَا وَنُوْرِ الْأبْصَارِ وَضِيَائِهَا
Artinya: ya Allah berikanlah shalawat kepada Nabi kami Muhammad, yang menjadikan penyembuh dan pengobat hati, penyelamat dan penyehat badan, juga menjadi cahaya dan penerang mata.
Shalawat ini menyatakan bahwa Nabi Muhammad saw adalah obat dan penyembuh hati, padahal Nabi Muhammad sendiri pernah sakit. Tentu saja orang yang pernah sakit tidak dapat menjadi obat untuk orang lain karena ia tidak dapat menjadi obat untuk dirinya sendiri. Ketika ada orang sakit, Rasulullah memohon kepada Allah untuk menyembuhkannya dengan berdo’a
اللّهُمَّ رَبَّ النَاسِ أذْهِبِ الْبَأسَ اشْفِ أنْتَ الشَافِي لَا شِفَاءَ اِلَّا شِفَاؤُكَ شِفَاءً لَايُغَادِرُ سَقَمًا[16]
Artinya: Ya Allah Tuhan manusia, hilangkanlah kejelekan (penyakit) dan sembuhkanlah, Engkaulah yang Maha Menyembuhkan, tidak ada obat melainkan obat dariMu, yaitu obat yang tidak akan meninggalkan rasa sakit.
Jadi jelas bahwa kesembuhan datangnya dari Allah, bukan Nabi Muhammad saw.
- Shalawat badar. Shalawat badar adalah shalawat yang digunakan untuk berdo’a dengan bertawasul kepada dan para pahlawan, khususnya pahlawan perang Badar. Kalimat shalawat badar adalah
صَلَاةُ اللهِ سَلَامُ اللهِ عَلَى طه رَسُوْلِ اللهِ. صَلَاةُ اللهِ سَلَامُ اللهِ عَلَى يس حَبِيْبِ اللهِ. تَوَسَّلْنَا بِبِسْمِ اللهِ وَبِالْهَادِي رَسُوْلِ اللهِ. وَكُلِّ مُجَاهِدٍ لِلّهِ بِأهْلِ الْبَدْرِ يَا اللهُ
Artinya: Shalawat dan salam Allah semoga terlimpahkan kepada Thaha, sang utusan Allah. Shalawat dan salam Allah semoga terlimpahkan kepada Yasin, sang kekasih Allah. Kami bertawasul dengan nama Allah dan Rasulullah sang pemberi petunjuk. Juga dengan setiap mujahid di jalan Allah, dengan pahlawan Badar pula wahai Allah.
Rasulullah saw tidak pernah mengajarkan bertawasul kepadanya dan para pahlawan yang telah gugur di jalan Allah swt. Perintah Rasulullah saw adalah berdoa langsung kepada Allah swt. jadi shalawat semacam ini adalah shalawat yang salah karena melanggar perintah Rasulullah saw.
Shalawat-shalawat tersebut adalah jenis shalawat yang sering dipraktekkan oleh beberapa kaum muslimin. Akan tetapi semua shalawat yang telah menjadi adat kebiasaan tersebut tidak pernah diajarkan oleh Nabi Muhammad saw. Jadi sebaiknya bagi kaum muslimin hendaknya meninggal shalawat-shalawat tersebut dan menggantinya dengan shalawat yang telah diajarkan oleh Rasulullah agar tidak terjerumus ke dalam jurang kesesatan.
BAB V
- A. Kesimpulan
- Shalawat kepada Nabi Muhammad saw adalah sebuah perbuatan yang diperintahkan oleh Allah saw di dalam QS. al-Ahzab (33): 56. Selain itu, Rasulullah juga telah menerangkan tentang keutamaan bershalawat dalam beberapa haditsnya. Tujuan Allah dan Rasulullah memerintahkan umat muslim bershalawat adalah untuk memberikan rahmat kepada umat muslim itu sendiri, bukan karena nabi Muhammad saw belum selamat dan membutuhkan do’a dari para umatnya agar beliau selamat. Dengan demikian sudah jelas bahwa al-Qur’an dan al-Hadits menerangkan alasan umat Islam harus bershalawat kepada Nabi Muhammad saw, yaitu agar mereka mendapatkan barakah dan rahmat dari Allah swt.
- Hukum mengucapakan shalawat Nabi Muhammad saw adalah wajib, karena Allah telah memerintahkan umat manusia untuk melakukannya. Sedangkan makna dasar dari perintah adalah wajib, jadi tidak ragu lagi bahwa shalawat Nabi Muhammad itu wajib diucapkan oleh setiap umat muslim. Dalam seumur hidupnya, umat muslim hanya diwajibkan membaca shalawat satu kali, dan selebihnya adalah sunnah. Namun meskipun demikian, bukan berarti umat islam bebas untuk tidak mengucapkan shalawat setelah mereka mengucapkannya satu kali. Alangkah baiknya bagi mereka untuk senantiasa bershalawat dalam rangka muqarabah (mendekatkan diri kepada Allah swt) dan supaya Allah selalu melimpahkan rahmatnya kepada mereka.
Hukum membaca shalawat Nabi Muhammad saw dalam shalat adalah sunnah muakkadah, karena beberapa hadits yang menerangkan tentang kesempurnaan dan kewajiban shalat tidak menyebutkan bahwa shalawat Nabi termasuk di dalamnya. Namun karena umat islam sangat dianjurkan untuk mengucapkan shalawat, maka mereka juga dianjurkan untuk mengucapkannya di dalam shalat, sehingga hukum membaca shalawat Nabi di dalam shalat hukumnya adalah sunnah muakkadah.
- Realitas yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat pada umumnya adalah mereka sangat mengagung-agungkan shalawat. Akibatnya, muncul beberapa shalawat yang tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah saw, bahkan terkadang shalawat tersebut mengandung unsur bid’ah dan syirik. Oleh karena, shalawat yang ada terbagi menjadi dua jenis, yaitu shalawat yang sesuai dengan tuntunan nabi Muhammad saw dan shalawat yang tidak sesuai dengan tuntunan beliau. Jenis shalawat yang boleh dopraktekkan oleh umat Islam adalah shalawat yang sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad saw.
- B. Saran
Setelah menyelesaikan tulisan yang membahas tentang segala hal yang berhubungan dengan shalawat Nabi Muhammad saw, penulis memberikan saran kepada seluruh umat muslim untuk senantiasa menghidupkan shalawat Nabi sesuai dengan tuntunan dan ajaran beliau. Shalawat yang dapat diamalkan hanyalah shalawat yang berasal dari beliau, bukan shalawat yang dibuat-buat oleh beberapa orang yang mengaku ulama’. Sudah seharusnya bagi umat islam untuk tidak mengamalkan shalawat yang dibuat oleh manusia biasa, karena hal itu akan mengarahkan kepada sebuah perbuatan dosa, yaitu bid’ah dan bahkan syirik.
Penulis juga menyarankan kepada para ustadz, ustadzah, kiai, ulama’ dan segenap pembina umat muslim untuk senantiasa menggali ilmu melalui sumber aslinya, yaitu Al-Qur’an dan as-Sunnah. Hilangkanlah ego dan kepentingan pribadi,tundukkan diri dengan mengakui segala kelemahan demi mencapai sebuah kebenaran hakiki. Kebenaran hakiki hanyalah berasal Allah dan Rasulullah, bukan dari beberapa orang yang mengaku suci, karena itu hindarilah taqlid buta (mengikuti tanpa dasar yang jelas) kepada orang-orang yang mengaku suci ini, karena belum tentu mereka membawa kebenaran.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mahrus, Mantan Kiai NU Menggugat Shoalwat dan Dzikir Syirik, Surabaya: Laa Tasyuk Press, 2007.
‘Asqalânî, Imam al-Hâfizh Ahmad Ibnu Hajar Al-, Athrâf al-Musnad al-Imâm Ahmad Ibnu Hanbal, Beirut: Dâr Ibnu Katsîr.
…….., Bulughul Marom Min Adillatil Ahkam, Semarang: Hasyim Putra.
Bukhari Abu Abdillah Muhammad bin Ismail, Al-, Shahih al-Bukhari, Beirut: Dâr Ibnu Katsîr, 1423 H/ 2002 M.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya Juz 1-30, Surabaya: Danakarya, 2004.
Hajjâj, Muslim Ibnu, Al-, Shahih Muslim, Amman: Bait al-Afkâr ad-Dauliyah, 1419 H/ 1998 M.
Hakim, Abdul Hamid, Mabadi Awwaliyyah, Jakarta: Maktabah Sa’adiyah Putra.
Katsir, Abul Fadâ` Ismail Ibnu, Tafsir Ibnu Katsîr, Beirut: Dârul Kutub al-Ilmiyah, 2008.
Sajistan, Abu Daud Sulaiman bin al-Asy’ats As-, Sunan Abi Daud, Amman: Bait al-Afkâr ad-Dauliyah.
Shabuni, Muhammad Ali Ash-, Tafsir Rawâi’ul Bayân, Makkah: Dâr al-Kitab.
Tirmidzi, Al-Imam al-Hâfizh Abû ‘Isa Muhammad Ibnu ‘Isa At-, al-Jâmi’ al-Kabîr, Beirut: Dâr al-Garb al-Islâmî, 1996.
[1] QS. al-Ahzab (33): 40
[2] QS. al-Anbiya’ (21): 107
[4] QS. al-Ahzab (33): 56
[5] Al-Qur’an DEPAG, 1989, Qs. al-Ahzab (33): 56, hal. 678, catatan kaki no. 1230
[6] Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Misionaris didefinisikan sebagai orang yang melakukan penyebaran warta Injil kepada orang lain yang belum mengenal Kristus; Imam Kristen atau Katolik yang melakukan kegiatan misi.
[7] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, footnote no. 688 hal. 602, 2004, Surabaya: Danakarya.
[8] Sutrisno Hadi, Metodologi Research (Yogyakarta: Andi Offset, 1990), hlm 9.
[9] Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, kitab Fath bab 8, hadits no. 532.
[10] Tafsir Ibnu Katsir, Qs. al-Ahzab (33): 56.
[11] Wajib adalah salah satu hukum dalam ilmu fiqih yang memiliki pengertian sesuatu yang ditetapkan oleh Syari’, jika seseorang melakukannya maka ia akan mendapatkan pahala, dan jika ia meninggalaknnya maka ia akan mendapatkan hukuman.
[12] Hadits riwayat Tirmidzi, an-Nasa’i dan Ibnu Hibban yang berbunyi “sesungguhnya orang bakhil adalah orang yang apabila aku disebut disampingnya, ia tidak bershalawat kepadaku”.
[13] Sunnah Muakkadah adalah salah satu hukum dalam ilmu fiqih yang berarti sesuatu yang berasal dari Syari’, jika seseorang melakukannya maka ia akan mendapatkan pahala, dan jika meninggalkannya maka ia tidak akan mendapatkan siksa. Akan tetapi Nabi sangat menganjurkan untuk dilaksanakan.
[14] Qs. al-Ahzab (33): 56
[15] Qs. an-Naml (27): 64
[16] Hadits riwayat Bukhari