Category Archives: Artikel

Artikel umum, tentang apa aja

HUKUM SEPUTAR RING BACK TONE (RBT)

  1. A. Pendahuluan
    Teknologi informasi dan telekomunikasi telah berkembang luas di seluruh penjuru dunia. Jarak jauh menjadi terasa dekat, seakan komunikasi tidak dapat terhalang oleh jarak, ruang dan waktu. Akibatnya, dunia yang begitu luas menajdi terasa sempit. Oleh karena itu, manusia pada umumnya dan para ilmuwan pada khususnya berlomba-lomba untuk menciptakan sebuah teknologi yang memberikan kemudahan dalam berkomunikasi. Salah satu penemuan teknologi tersebut adalah telepon seluler yang memberikan kemudahan untuk berkomunikasi jarak jauh, kemudian berkembang menjadi hand phone yang pada dasarnya memiliki prinsip kerja yang sama dengan telepon seluler. Akan tetapi, hand phone memberikan layanan yang lebih banyak dengan fitur-fitur yang dimiliknya, seperti layanan pesan singkat (SMS), kamera, internet dan lain-lain. Di balik semua layanan yang ditawarkan oleh teknologi-teknologi tersebut, manusia sangat membutuhkan komunikasi jarak jauh sehingga layanan yang paling diminati adalah jaringan telepon.
    Seiring dengan meningkatnya pengguna telepon, berkembang pula jasa seluler yang menawarkan jaringan-jaringan yang mampu memenuhi kebutuhan mereka. Akibatnya, persaingan mulai terjadi dan memberikan tawaran-tawaran harga murah kepada konsumen. Ide lain muncul, beberapa penyedia jasa memperkenalkan fitur layanan yang disebut dengan Nada Sambung atau Ring Back Tone (RBT). Nada sambung atau RBT adalah sebuah fitur yang memberikan layanan berupa lagu-lagu yang dapat dinikmati oleh penelfon ketika sedang menunggu jawaban pihak yang ditelfon. RBT sangat diminati oleh masyarakat luas, karena layanan RBT kerap dianggap sebagai identitas pribadi bagi pemiliknya.
    Pihak yang mendapat keuntungan dari layanan RBT selain konsumen -yang merasa memiliki identitas tersendiri dengan RBT yang dimilikinya- adalah penyedia layanan RBT dan pihak yang berada dalam industri musik, yaitu pemilik studio rekaman, produser dan para artis. Dengan meningkatnya pengguna RBT, maka RBT telah dijadikan sebagai salah satu pemasukan utama dan lahan promosi para musisi. Fenomena semacam ini kemudian dijadikan sebagai upaya untuk meraih untung sebanyak-banyaknya oleh beberapa pihak “nakal”.
    Pihak-pihak ini memberikan penawaran konten dan memberikan layanan jasa premium melalui SMS. Sistem yang digunakan adalah mengirim SMS penawaran konten menarik kepada konsumen dengan harga murah (misal: Rp. 1.000,-) dalam jangka waktu 1 atau 2 minggu, lalu ketika masa 1 atau 2 minggu sudah berlalu, akan dilakukan perpanjangan secara otomatis apabila konsumen tidak mengirimkan SMS berhenti berlangganan. Namun, kebanyakan konsumen tidak mengetahui jika konten tersebut akan diperpanjang secara otomatis dan tidak tahu bagaimana cara berhenti berlangganan, sehingga pulsa mereka akan tersedot secara otomatis. Dampaknya adalah konsumen akan merasa dirugikan. Hal semacam inilah yang akhirnya menjadi permasalahan dan memerlukan pembahasan lebih lanjut.
    Dalam hal ini, pemerintah telah mengambil sikap, dan permasalahan sekarang adalah bagaimana hukum RBT menurut pandangan Islam. Pada kesempatan kali ini, penulis akan menjelaskan hukum seputar RBT melalui pemaparan berdasarkan pada nalar Fikih Kontemporer dengan menggunakan tiga macam pendekatan (Bayani, Qiyasi, Ishtishlahi).

    B. Pembahasan
    1. Hukum Lagu dan Musik dalam Pandangan Islam
    Di antara hiburan yang dapat menyegarkan jiwa dan memberikan kenikmatan pada telinga adalah lagu dan musik. Islam memperbolehkannya selama tidak mengandung kata-kata keji dan kotor. Bahkan lagu dan music dianjurkan pada momen-momen kebahagiaan seperti pada hari raya, pesta pernikahan, kehadiran orang yang sekian lama pergi, dan lain sebagainya. Hal ini ditunjukkan oleh beberapa Hadits berikut:
    1. Dari Aisyah ra. bahwa ia mengantar pengantin perempuan ke tempat pengantin laki-laki dari kalangan Anshar. Nabi saw berkata: “wahai Aisyah, mengapa mereka tidak menyertakan hiburan? Padahal orang-orang Anshar itu menyukai hiburan”. (HR. Bukhari).
    2. Ibnu Abbas ra. berkata bahwa ketika Aisyah menikahkan kerabat dekatnya dengan seorang Anshar, Rasulullah saw datang dan bertanya, “kalian akan menghadiahkan gadis itu?” “ya”, jawab mereka. Beliau lalu berkata, “apakah kalian juga akan menyertakan orang yang akan menyanyi?” “tidak”, jawab Aisyah. Lantas Rasulullah saw bersabda, “sesungguhnya orang-orang Anshar itu romantis, karenanya alangkah baik jika kalian sertakan juga orang yang bertutur, ‘kami datang pada kalian/ kami datang pada kalian/ sejahteralah kami/ sejahteralah kalian’. (HR. Ibnu majah).
    3. Dari Aisyah ra, ia berkata bahwa Abu Bakar ra. masuk ke rumahnya pada suatu hari Mina (hari raya ‘Idul Adha), sedag saat itu di sampingnya ada dua gadis yang sedang menyanyi dan memukul rebana, sementara Rasulullah saw berada disitu dengan menutupi wajahnya dengan pakaian. Lalu Abu Bakar mengusir kedua gadis itu. Mendengar itu, Nabi saw membuka tutup wajahnya dan berkata, “biarkan mereka wahai Abu Bakar, saat ini adalah hari raya”.
    Namun demikian, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam masalah diperbolehkannya lagu dan musik, yaitu:
    1. Tema lagu dan musik hendaknya tidak berlawanan dengan etika dan ajaran islam.
    2. Cara menyanyikannya tidak menyebabkan bergeser dari wilayah halal ke wilayah haram. Misalnya, bernyanyi dengan tarian yang menggairahkan nafsu dan sayhwat.
    3. Tidak menikmati lagu dan musik secara berlebih-lebihan dan melampaui batas hingga menyia-nyiakan waktu.
    4. Lagu dan musik tidak diiringi dengan hal-hal yang haram. Jika diikuti dengan hal-hal yang haram maka hukumnya menjadi haram. Misalnya adalah nyanyian yang diiringi dengan minuman keras, dan sebagainya.

    2. Hukum Penjualan Ring Back Tone (RBT) dalam Islam
    Dasar hukum jual beli adalah Qs. Al-baqarah: 275
    وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
    Artinya: dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
    Kata الْبَيْعَ dalam ayat di atas adalah shighat ‘amm karena berbentuk isim mufrad disertai dengan “al” istihgraqiyah. Hal ini menunjukkan bahwa Allah swt menghalalkan segala macam bentuk jual beli yang tidak mengandung unsur haram. Termasuk jual beli ini adalah jual beli berbentuk jasa seperti Ring Back Tone (RBT).
    Karena jual beli adalah termasuk jenis muamalah maka jual beli harus memiliki prinsip kerelaan (suka sama suka), jelas, menegakkan keadilan, mewujudkan mashlahah, dan meninggalkan kerusakan. Demikian pula dengan jual beli RBT, baik penjual maupun pembeli harus memenuhi prinsip-prinsip tersebut. Namun kasus yang saat ini muncul adalah penjual jasa RBT melanggar prinsip kerelaan, dan melanggar akad yang telah ditentukan. Para penjual jasa sengaja memperpanjang kontrak pembelian tanpa adanya pemberitahuan sebelumnya sehingga merugikan konsumen dan menyebabkan konsumen tidak rela dengan jual beli ini. Allah swt berfirman dalam Qs. an-Nisa’: 29
    يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ
    Artinya: hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu.
    Dalam ayat tersebut Allah melarang perniagaan yang batil, yaitu perniagaan yang tidak didasari pada suka sama suka. Sedangkan di dalam kaidah fikih dikatakan
    الأصل فى النهي للتحريم الا مادل الدليل على خلافه
    Artinya: dasar larangan adalah haram, kecuali adanya dalil yang menentangnya.
    Hadits Nabi saw yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah juga menyatakan
    لاضرر ولا ضرار
    Artinya: tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh pula membahayakan orang lain.
    Berdasarkan pada Qs. an-Nisa’: 29, kaidah fikih dan hadits di atas maka hukum menjual RBT dengan cara seperti tersebut di atas adalah haram, karena tidak didasarkan pada kerelaan dan membahayakan orang lain.

    3. Hukum Penggunaan RBT dalam Islam
    Semua manusia diperbolehkan menggunakan RBT karena pada dasarnya segala sesuatu itu diperbolehkan, sebagaimana kaidah fikih menyatakan:
    الأصل فى الأشياء الاباحة
    Artinya: hukum dasar segala sesuatu adalah boleh.
    Akan tetapi pembolehan ini tidak berarti boleh secara mutlak, ada batasan-batasan yang harus ditaati. Pengguna RBT tidak boleh berlebih-lebihan dalam menggunakannya sehingga menimbulkan kemubadziran, dan Allah swt telah berfirman dalam Qs. al-Isra’: 26-27
    وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا (26) إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا (27)
    Artinya: dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya orang-orang yang memubadzirkan (harta) itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.
    Adanya ancaman dari Allah swt dalam ayat tersebut menunjukkan bahwa perbuatan boros atau mubadzir hukumnya adalah haram.

    C. Kesimpulan
    Lagu dan musik, penjualan Ring back Tone (RBT), serta penggunaannya pada dasarnya adalah mubah (boleh). Hal ini sesuai dengan kaidah fikih
    الأصل فى المعاملات الاباحة ما لم يدل دليل على تحريمه
    Artinya: pada dasarnya segala bentuk mu’amalah boleh dilakukan sepanjang tidak ada dalil yang mengharamkannya.
    Akan tetapi hukum mubah tersebut dapat berubah menjadi haram, makruh, sunnah dan wajib sesuai dengan illat dan maqshadnya serta dalil yang mengirinya. Lagu dan musik hukumnya menjadi haram jika disertai perbuatan haram seperti mabuk-mabukan dan lain sebagainya. Ia juga akan haram hukumnya jika bertujuan untuk menggairahkan nafsu dan syahwat. Demikian pula dengan penjualan RBT, hukumnya haram jika dilakukan dengan cara yang salah dan melanggar ketentuan yang telah ditetapkan oleh islam. Penggunaan RBT juga sama, hukumnya dapat berubah menjadi haram jika dengan menggunakannya menyebabkan melanggar syari’at.
    Wallahu a’lam.

    DAFTAR PUSTAKA
    Al-qur’an Al-karim
    Rahman, Asjmuni A, Qaidah-Qaidah Fiqih (Qawaidul Fiqhiyah), 1976, Jakarta: Bulan Bintang.
    Qardhawi, Yusuf, Halal Haram dalam Islam, 2007, Solo: Era Intermedia.

    Oleh: Mu’arrafah Saifullah

Shidiq, Amanah, Tabligh, Fathonah

    Integrasi Shidiq Amanah Tabligh dan Fathonah

Shidiq, amanah, tabligh dan fathonah adalah empat sifat yang wajib dimiliki oleh Nabi sebagai pembawa risalah Allah. Dengan bekal empat sifat ini, Rasulullah berhasil menyampaikan ajaran islam dan memperoleh kemenangan atas orang-orang musyrik dan kafir quraisy. Pertanyaan yang muncul adalah, mengapa harus empat sifat ini? bisakah sifat-sifat ini saling dipisahkan?
Shidiq (jujur) adalah sifat dimana seseorang akan selalu berkata dan berprilaku jujur dalam hidupnya. Amanah (terpercaya) adalah sifat dimana seseorang akan selalu bertanggung jawab melaksanakan beban yang diembankan kepadanya, tanpa ada pengurangan maupun penambahan sehingga ia mendapatkan kepercayaan dari orang lain. Tabligh (menyampaiakn) adalah sifat yang mengharuskan seseorang menyampaikan apa yang wajib disampaikan, tidak ada yang disembunyikan. Fathonah (kecerdasan) adalah sifat yang harus dimiliki oleh setiap orang untuk menjadi pemimpin, Karena tidak mungkin seorang pemimpin mampu melaksanakan kepemimpinannya tanpa mengetahui ilmu kepemimpinan.
Keempat sifat tersebut harus dimiliki seorang pemimpin jika menginginkan kesuksesan dalam kepemimpinannya. Jika salah satu dari empat sifat tersebut hilang, maka kepemimpinannya akan mengalami kecacatan. Ibarat sebuah pesawat terbang, pesawat akan disebutkan sebagai pesawat terbang unsur-unsur dasarnya dimiliki, yaitu roda, badan pesawat (ruang penumpang), pesawat, kabin pesawat dan mesin. Jika salah satu dari unsur tersebut tidak ada, tentu saja pesawat tersebut adalah pesawat yang cacat.
Pemimpin yang tidak memiliki sifat shidiq bagaikan pesawat tanpa roda. Ia tampak seperti pesawat yang normal dan baik serta dapat membawa penumpang yang banyak, akan tetapi ia tidak akan dapat terbang karena alat awal yang digunakan untuk terbang tidak ada. Ketika roda tidak berfungsi ditengah perjalanan, pesawat tidak akan dapat mendarat dengan mulus. Begitu pula kepemimpinan tanpa sifat shidiq. Seorang pemimpin dapat menjalankan kepemimpinan menggunakan sifat amanah, tabligh dan fathonah, akan tetapi kepemimpinan tersebut akan berakhir buruk karena tidak ada kejujuran. Akibatnya, orang-orang yang dipimpinnya akan merasa kecewa dan tidak akan menghoramtinya lagi.
Pemimpin yang tak memiliki sifat amanah bagaikan pesawat tanpa ruang penumpang. Ia dapat terbang dan mendarat dengan baik karena masih memiliki roda, kabin pesawat dan mesin, akan tetapi ia tidak mampu membawa penumpang karena tidak ada ruang penumpang. Begitu pula dengan pemimpin, ia mampu menjalankan kepemimpinannya menggunakan sifat amanah, tabligh dan fathonah, akan tetapi tidak akan ada orang yang mau untuk dipimpinnya karena ia tidak dapat dipercaya.
Pemimpin tanpa sifat tabligh bagaikan pesawat tanpa kabin. Ia tampak sempurna, akan tetapi ia tidak akan mampu membawa penumpang ke tempat tujuan karena tidak ada kabin sebagai ruang kendali. Begitu pula dengan pemimpin yang tidak memiliki sifat tabligh. Mungkin ia dapat memimpin, akan tetapi sifatnya yang tidak tabligh (tidak menyampaikan segala sesuatu yang harus disampaikan) menyebabkan orang-orang yang dipimpin merasa dibohongi dan tidak dapat mencapai sesuatu yang seharusnya dicapai sehingga tidak ada kepercayaan lagi pada pemimpin tersebut.
Pemimpin tanpa sifat fathonah bagaikan pesawat tanpa mesin. Pesawat tanpa mesin sudah dipastikan tidak akan dapat terbang meskipun fisik luarnya terlihat baik. Begitu pula pemimpin, pemimpin yang tidak fathonah (cerdas), tidak mengerti ilmu kepemimpinan serta tidak memahami kondisi lingkungan dan masyarakat sekitar, sudah dapat dipastikan tidak akan mampu menjalankan kepemimpinannya.
Oleh karena itulah, pemimpin yang sukses harus shidiq, amanah, tabligh dan fathonah.

by: Mu’arrafah Saifullah

RISALAH (SKRIPSI SINGKAT)

BAB I

  1. A.    Pendahuluan

Rasulullah Muhammad saw adalah Rasul terakhir yang diutus oleh Allah swt untuk menyempurnakan risalahNya yang telah dibawa oleh para Rasul terdahulu sebelum Nabi Muhammad saw. Allah swt berfirman mengenai hal ini “Muhammad itu sekali-kali bukan bapak dari seorang laki-laki diantara kamu, akan tetapi dia adalah Raslullah dan penutup para Nabi. Dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu”.[1] Sebagai Rasul terakhir, Nabi Muhammad saw bertugas menyempurnakan ajaran Islam dalam seluruh aspek kehidupan dunia dan akhirat serta menyebar luaskannya ke seluruh penjuru dunia. Oleh karena itulah Allah swt bersabda “dan tiadalah kami mengutus kamu (Muhammad) melainkan untuk menajdi rahmat bagi semesta alam”.[2]

Mukjizat yang diberikan oleh Allah swt kepada Nabi Muhammad saw adalah sebuah mukjizat yang kekal hingga akhir zaman, yaitu kitab suci al-qur’an al-karim yang selalu dipelihara oleh Allah swt sendiri, sebagaimana firmanNya “sesungguhnya Kamilah yang menurunkan al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar menjaganya”.[3]  Hal ini merupakan sebuah bukti nyata bahwa Nabi Muhammad saw adalah Rasul terakhir yang menyempurnakan ajaran Islam. Ajaran Islam yang disebarkan oleh Nabi Muhammad saw akan selalu terjaga dan dikenal oleh semua umat manusia, sehingga beliau mempunyai berju-juta pengikut di seluruh penjuru dunia. Semua pengikutnya sangat mengagungkan dan menghormati beliau dengan berusaha mengikuti sunnah-sunnahnya dan memujinya dengan cara bershalawat.

Shalawat memang sebuah kata yang diucapkan sebagai bentuk penghormatan kepada Nabi Muhammad saw, sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah swt dalam firmanNya

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikatNya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadaNya”.[4]

Maksud dari bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan adalah mengucapkan kata “shallallahu ‘alaihi wa sallam” (semoga Allah memberikan rahmat dan keselamatan kepadanya) atau kata “Allahumma shalli ‘alâ Muhammad” (ya Allah, berilah rahmat kepada Nabi Muhammad) dan mengucapkan kata “assalâmu’alaika ayyuhan Nabi” (keselamatan bagimu wahai Nabi).[5]

Sebagai sebuah pernyataan yang diperintahkan oleh Allah swt di dalam al-Qur’an, shalawat Nabi memiliki konsekuensi hukum yang harus dijalankan oleh umat islam sebagai hamba Allah. Selain itu, pada masa sekarang ini juga telah muncul beberapa kelompok orang yang mengagungkan shalawat dan membuat sebuah perkumpulan khusus untuk bersama-sama membaca shalawat. Akan tetapi, shalawat yang dibaca tersebut bukanlah shalawat yang diajarkan oleh Rasulullah. Jika dilihat sepintas, mungkin hal ini adalah sebuah permasahalan kecil yang tidak perlu dibesar-besarkan. Akan tetapi, jika dicermati dan diteliti lebih seksama, maka dapat diketahui bahwa ini adalah sebuah permasalahan serius yang membutuhkan penyelesaian dengan segera.

Terkait dengan ucapan shalawat sebagai bentuk penghormatan kepada Nabi Muhammd saw, muncul permasalahan lain, yaitu tentang hukum mengucapkan shalawat bagi setiap umat Islam. Apakah umat Islam diwajibkan mengucapkan shalawat, ataukah hukum mengucapkan shalwat hanyalah sunnah. Lalu kapankah seseorang harus mengucapkan shalawat. Bagaimana dengan hukum mengucapkannnya di dalam shalat, apakah sunnah atau wajib, atau ada hukum lainnya.

Shalawat kepada Nabi Muhammad saw juga dijadikan sebagai senjata oleh para Misionaris[6] dan orang-orang Kristen untuk melemahkan aqidah umat islam dengan mengatakan bahwa shalawat kepada Nabi Muhammad saw adalah dalam rangka mendo’akan beliau agar mendapat rahmat dan keselamtan, hal ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad saw belum selamat dan tidak mungkin bisa menyelamatkan dan memberi syafaat pada umatnya. Akan tetapi, Nabi Ibrahim as dan Nabi lainnya (kecuali Nabi Muhammad saw) sudah selamat karena tidak perlu mendapatkan do’a atau shalawat dari umatnya, dan otomatis mereka masuk surga. Berbeda dengan Nabi isa, yaitu Tuhannya orang-orang Kristen yang mendo’akan umatnya dan tidak meminta untuk dido’akan, sebagaimana yang terdapat dalam al-Kitab Lukas 22: 32 “tetapi aku telah berdo’a untuk engkau, supaya imanmu jangan gugur. Dan engkau jikalau sudah insyaf, kuatkanlah saudara-saudaramu”. Oelh karena itu, seseorang yang ingin selamat harus mengikuti Nabi Isa dengan masuk agama Kristen, bukan mengikuti Nabi Muhammad yang tidak bisa menyelamatkan dirinya sendiri.

Berdasarkan pada permasalan-permasalahan di atas, penulis akan memaparkan tentang hakikat shalawat Nabi Muhammad saw ditinjau dari al-Qur’an dan al-Hadits. Selian itu, penulis juga akan membahas tentang hukum shalawat dan jenis-jenis shalawat. Dalam pembahasannya, penulis akan menjelaskan betapa penting dan besar manfaat shalawat bagi umat Islam sehingga mereka yakin bahwa Nabi Muhammad adalah nabi yang mulia. Dengan demikian,  hal ini akan menguatkan aqidah umat islam dan menghilangkan keraguan di dalam hati mereka.

  1. B.     Pokok Masalah

Berdasarkan pada latar belakang ayng telah dipaaprkan di atas, terdapat beberapa hal yang menjadi pokok masalah dalam pembahasan ini, yaitu:

  1. Adakah penjelasan dari al-Qur’an dan al-Hadits yang menerangkan alasan keharusan umat Islam bershalawat kepada Nabi Muhammad saw?
  2. Bagaimana hukum bershalawat kepada Nabi Muhammad saw?
  3. Ada berapakah jenis-jenis shalawat dan manakah diantara jenis-jenis shalawat tersebut yang dapat dipraktekkan?
  1. C.    Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

  1. Mengungkapkan alasan yang mengharuskan umat Islam bershalawat kepada Nabi Muhammad saw berdasarkan dalil yang terdapat di dalam al-Qur’an dan hadits Nabi Muhammad saw.
  2. Menjelaskan tentang hukum bershalawat kepada Nabi Muhammad saw.
  3. Menerangkan jenis-jenis shalawat serta menjelaskan shalawat yang dapat dipraktekkan dan tidak.

Sedangkan kegunaan penelitian ini adalah:

  1. Secara teoritis, penelitian ini akan memberikan kontribusi ayng cukup signifikan terhadap kajian keilmuan yang menyangkut akhlaq dan aqidah.
  2. Secara praktis, penelitian ini akan bermanfaat bagi siapa saja yang tertarik pada masalah shalawat dan akan memperkuat aqidah serta iman umat Islam.
  1. D.    Telaah Pustaka

Shalawat berasal dari bahasa dengan kata dasar صَلَّى (shollaa) yang berarti berdo’a, merahmati. sedangkan shalawat (صَلَوَات)sendiri adalah bentuk jama’ dari bentuk masdar kata صَلَّى yang berarti  do’a dan rahmat.

Definisi shalawat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah permohonan kepada Tuhan; membaca do’a; berdo’a memohon berkat Tuhan; dan do’a kepada Allah untuk Nabi Muhammad saw beserta keluarga dan sahabatnya.

Makna shalawat kepada Nabi di dalam al-qur’an terjemah Depag dibagi menjadi tiga menurut subyeknya, yaitu

  1. Shalawat dari Allah swt berarti memberi rahmat kepada makhluk.
  2. Shalawat dari malaikat berarti memintakan ampunan.
  3. Shalawat dari orang-orang mukmin berdo’a supaya diberi rahmat seperti dengan perkataan: Allahumma sholli ‘alaa Muhammad.[7]

Pembahasan mengenai shalawat kepada Nabi Muhammad saw telah dilakukan oleh beberapa penulis. Salah satu penulis yang memusatkan perhatiannya dalam masalah shalawat Nabi Muhammad adalah seorang mantan ‘Kiai NU’ bernama H. Mahrus Ali yang telah menulis sebuah buku berjudul “Mantan Kiai NU Menggugat Shalawat dan Dzikir (Nariyah, Al-Fatih, Munjiyat, Thibbul Qulub”. Pokok pembahasan yang dituliskan oleh H Mahrus Ali dalam buku tersebut adalah mengupas tuntas kesalahan-kesalahan, kesesatan-kesesatan dan bid’ah-bid’ah yang terkandung di dalam shalawat yang selama ini sering dijadikan sebagai amalan ibadah sehari-hari. Dalam mukadimahnya, H Mahrus Ali menyebutkan bahwa kini pengetahuan agama semakin teracuhkan, pelajaran al-Qur’an dan al-Hadits mulai ditinggalkan, akibatnya kebanyakan orang tidak sadar telah berbuat syirik meskipun berkubang dalam lumpur kesyirikan. Lebih-lebih berbagai aktifitas duniawi, yang bermanfaat mapun tidak, telah meninabobokan kehidupan. Kini, kehidupan dunia begitu sarat dengan perilaku maksiat dan mungkar, bahkan syirik pun menjadi sesuatu yang disegani dan disukai. Bahkan ada yang meyakini sebagai sarana untuk mendekatkan diri pada Sang Pencipta.

Setelah memberikan mukadimah pada bukunya, H Mahrus Ali kemudian memaparkan berbagai bentuk kesalahan dan kesyirikan yang dibalut dengan kalimat ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah swt. Berbagai bentuk ritual yang mengandung kesyirikan telah disebutkannya, termasuk di dalamnya adalah shalawat. Beberapa shalawat yang tergolong syirik. yang disebutkan oleh H Mahrus Ali, adalah shalawat nariyah, shalawat al-fatih, shalawat munjiyat, shalawat thibbul qulub dan shalawat badar.

 

  1. E.     Metode Penelitian
  2. Jenis dan Sifat Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian pustaka (library research), yaitu penelitian yang menggunakan buku-buku sebagai sumber datanya.[8]

  1. Metode Pengumpulan Data

Karena kajian ini adalah kajian kepustakaan, maka metode pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi. Adapun sumber-sumber data yang digunakan adalah al-qur’an, kitab hadits, alkitab (Injil), buku-buku, homepage, majalah dan artikel.

  1. Metode Analisa Data

Metode analisa data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara kualitatif menggunakan instrument analisis deduktif dan interpretatif. Deduktif adalah langkah analisis dari hal-hal yang bersifat umum ke hal-hal yang bersifat khusus. Sedangkan interpretatif adalah menafsirkan, membuat tafsiran, tetapi tidak bersifat subyektif (menurut selera orang yang menafsirkan) melainkan bertumpu pada evidensi obyektif untuk mencapai kebenaran yang obyektif.


  1. F.     Sistematika Pembahasan

Pembahasan dalam penelitian ini meliputi pembahasan awal yang berisi latar belakang masalah, pokok masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, telaah pustaka, kerangka teoritik, metode penelitian dan sistematika pembahasan. Kemudian dilanjutkan dengan pembahasan inti yang berisi tentang perintah bershalawat kepada Nabi Muhmmad saw di dalam al-Qur’an dan hadits-hadits yang menyatakan keutamaan shalawat kepada Nabi Muhammad saw. Pembahasan ini dirasa penting karena ayat al-Qur’an dan hadits adalah landasan pokok munculnya suatu hukum.

Pembahasan selanjutnya adalah mengenai hukum bershalawat kepada Nabi Muhammad saw, baik secara umum maupun hukum khusus di dalam shalat. Maksud dari hukum shalawat secara umum adalah hukum mengucapkan shalawat bagi setiap muslim tidak terbatas pada tempat dan waktu tertentu. Sedangkan hukum shalawat secara khusus di dalam shalat adalah hukum mengucapkan shalawat Nabi Muhammad saw ketika seseorang sedang melaksanakan shalat, apakah dalam salah satu bacaan shalat tersebut diharuskan membaca shalawat ataukah tidak.

Selanjutnya, pembahasan inti yang terakhir adalah menjelaskan tentang berbagai macam jenis shalawat yang banyak diamalkan oleh masyarakat Islam saat ini. Pembahasan ini muncul karena mengingat betapa marak gerakan atau  kelompok islam tertentu yang menggalakkan semangat bershalawat dan menghidupkan shalawat dalam kehidupan sehari-hari dengan macam dan bentuk shalawat yang beragam. Kemudian, sebagai langkah terakhir adalah menarik kesimpulan dan saran.

BAB II

SHALAWAT NABI MUHAMMAD SAW DALAM AL-QUR’AN DAN AL-HADITS

Pembahasan mengenai shalawat Nabi Muhammad saw dalam Risalah ini, penulis akan merujuk kepada al-Qur’an dan as-Sunnah yang menyatakan atau menetapkan adanya shalawat kepada Nabi Muhammad saw dan mengharuskan umat Nabi Muhammad saw untuk mengucapkannya. Selain menyebutkan keberadaan shalawat Nabi Muhammad saw dalam al-Qur’an dan al-Hadits, penulis juga akan menjelaskan hikmah di balik pewajiban shalawat Nabi Muhammad saw.

  1. A.    Shalawat Nabi Muhammad saw dalam al-Qur’an

Al-qur’an adalah sumber hukum pertama umat islam dan merupakan mukjizat Allah swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw yang berisi risalah, peraturan-peraturan, kisah-kisah, hukum-hukum, pelajaran dan lain sebagainya untuk umat islam. Sebagai kitab suci penyempurna risalah yang diemban oleh Rasulullah saw, al-Qur’an senantiasa menjelaskan segala sesuatu yang selayaknya dilakukan oleh seorang hamba, dan salah satu yang dijelaskan oleh al-Qur’an adalah tentang shalawat kepada Muhammad saw. Shalawat telah disebutkan di dalam surat al-Ahzab (33): 56

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

Artinya: sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikatNya bersholawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersholawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadaNya.

Ayat tersebut menyebutkan bahwa Allah swt dan malaikat-malaikatNya bershalawat untuk Nabi Muhammad saw. Hal ini bukan berarti Allah swt dan malaikat-malaikatNya mengaharapkan rahmat dengan bershalawat, akan tetapi yang dimaksud dengan Allah swt bershalawat untuk Nabi Muhammad saw adalah Allah swt memuji Nabi Muhammad saw di sisi para malaikat dan memberi barakah. Sedangkan yang dimaksud malaikat bershalawat kepada Nabi Muhammad adalah malaikat mendoakannya. Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits riwayat al-Bukhari

قَالَ أبُو الْعَالِيَةِ: صَلَاةُ اللهِ: ثَنَاؤُهُ عَلَيْهِ عِنْدَ الْمَلَائِكَةِ، وَصَلَاةُ الْمَلَائِكَةِ: الدُّعَاءُ. وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: يُصَلُّوْنَ: يُبَرِّكُوْنَ

Artinya: Abu al-‘Aliyah berkata, shalawat Allah adalah pujian Allah kepada Nabi Muhammad di sisi para malaikat, dan shalawat Malaikat adalah do’a.  Ibnu  Abbas nerkata, ‘Yushallûna’ artinya mereka memberi barakah.[9]

Selain itu, shalawat dari Allah juga dapat berarti rahmat dan shalawat dari malaikat adalah permohonan ampun, sebagaimana terdapat di dalam hadits yang diriwayatkan dari Shofyan ats-Tsauri dan beberapa ahli ilmu, mereka berkata

صَلَاةُ الرَبِّ: الرَحْمَةٌ، وَصَلَاةُ الْمَلَائِكَةِ: الْاِسْتِغْفَارُ

Artinya: “Shalawat Tuhan adalah rahmat, dan shalawat malaikat adalah permohonan ampun”.

Berdasarkan pada penjelasan tersebut maka tuduhan yang dilontarkan oleh kaum nasrani bahwa Nabi Muhammad saw adalah orang yang tidak selamat karena membutuhkan pertolongan do’a dari umatnya tidaklah benar. Tuduhan tersebut hanyalah omong kosong yang digunakan untuk menjatuhkan mental uamt islam dan digunakan untuk menggoyahkan iman umat Nabi Muhammad saw. Sementara itu, di dalam shalawat Nabi terdapat beberapa hikmah yang sangat besar, salah satunya adalah meyakinkan umat islam bahwa Nabi Muhammad memiliki kedudukan yang tinggi di sisi Allah swt dan mendapatkan rahmat khusus dari Allah swt.

Maksud keseluruhan dari ayat ini adalah Allah swt mengkhabarkan kepada para hambaNya mengenai kedudukan nabiNya pada tempat tertinggi di sisi Allah swt. Allah swt memuji Nabi Muhammad saw dihadapan para malaikat, dan para malaikat juga bershalawat (mendo’akan dan memohonkan ampun) untuk Nabi Muhammad. Lalu Allah swt memerintahkan para hambaNya -yang kedudukannya lebih rendah daripada Nabi Muhammad saw- untuk bershalawat dan mengucapkan salam penghormatan kepada Nabi Muhammad saw supaya pujian terhadap Nabi saw terkumpul dari seluruh hambaNya.[10]

Allah swt mewajibkan umat muslim untuk mengucapkan shalawat kepada Nabi Muhammad saw bukan dikarenakan Nabi membutuhkan shalawat tersebut, akan tetapi karena kemuliaan dan keagungan yang dimiliki oleh Nabi Muhammad saw dalam rangka menghormatinya. Sudah selayaknya bagi orang yang memiliki kedudukan lebih rendah untuk menghormati orang yang memiliki kedudukan lebih tinggi dan mulia.

  1. B.     Shalawat Nabi Muhammad saw dalam al-Hadits

As-Sunnah adalah sumber hukum kedua setelah al-Qur’an. Sebagai sumber hukum kedua, as-Sunnah memiliki fungsi untuk memperkuat hukum yang ada dalam al-Qur’an (bayân at-taqrîr), menjelaskan hukum yang masih samar di dalam al-Qur’an (bayân at-tafsîr), metapkan hukum yang tidak ada di dalam al-Qur’an (bayân at-tasyri’), serta  menjelaskan tentang ayat nâsikh dan mansûkh (bayân an-naskh). Salah satu ayat al-Qur’an yang diperkuat oleh as-Sunnah adalah Qs. al-Ahzab (33): 56 yang berisi tentang shalawat Nabi.

Beberapa hadits menyebutkan mengenai shalawat Nabi Muhammad dan mayoritas hadits mengemukakan keutamaan shalawat Nabi Muhammad, seperti beberapa hadits berikut ini:

  1. Hadits riwayat Ahmad

مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَاةً لَمْ تَزَلْ الْمَلَائِكَةُ تُصَلِّي عَلَيْهِ مَا صَلَّى عَلَيَّ فَلْيُقِلَّ عَبْدٌ مِنْ ذَلِكَ أَوْ لِيُكْثِرْ

Artinya: Barang siapa yang bershalawat kepadaku satu kali shalawat maka malaikat akan senantiasa bershalawat kepadanya selama ia bershalawat kepadaku. Lalu ada hamba yang sedikit (bershalawat) dan banyak (bershalawat).

  1. Hadits riwayat an-Nasa’i

مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَاةً وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرَ صَلَوَاتٍ وَحُطَّتْ عَنْهُ عَشْرُ خَطِيئَاتٍ وَرُفِعَتْ لَهُ عَشْرُ دَرَجَاتٍ

Artinya: Barang siapa yang bershalawat kepadaku satu kali shalawat maka Allah akan bershalawat kepadanya sebanyak sepuluh kali dan sepuluh kesalahannya akan dihapus serta derajatnya akan diangkat sepuluh kali.

  1. Hadits riwayat Tirmidzi

قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – إِنَّ أَوْلَى اَلنَّاسِ بِي يَوْمَ اَلْقِيَامَةِ, أَكْثَرُهُمْ عَلَيَّ صَلَاةً

Artinya: Rasulullah saw bersabda, sesungguhnya orang pertama yang akan bersamaku pada hari kiamat adalah orang yang paling banyak bershalawat kepadaku.

  1. Hadits riwayat Tirmidzi, an-Nasa’i dan Ibnu Hibban

قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيه وسَلَّم : إِنَّ الْبَخِيلَ مَنْ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ

Artinya: Rasulullah saw bersabda, sesungguhnya orang bakhil adalah orang yang apabila aku disebut disampingnya, ia tidak bershalawat kepadaku.

Hadits-hadits tersebut menerangkan mengenai keutamaan dan kewajiban shalawat kepada Nabi Muhammad saw. Hadits pertama menjelaskan bahwa seseorang yang bershalawat kepada Nabi Muhammad saw maka malaikat akan senantiasa bershalawat kepadanya. Hadits kedua menjelaskan bahwa Allah swt akan bershalawat sepuluh kali kepada hamba yang bershalawat satu kali untuk Nabi Muhammad saw, hal ini menunjukkan bahwa orang yang bershalawat akan mendapatkan rahmat sepuluh kali lipat. Hadits ketiga menjelaskan bahwa orang yang pertama bersama Rasulullah saw di hari kiamat adalah orang yang paling banyak bershalawat kepadanya, dengan demikian dapat dipastikan bahwa orang yang paling banyak bershalawat kepada Nabi Muhammad saw akan selamat dan masuk surga. Hadits keempat menjelaskan bahwa orang yang tidak mau bershalawat kepada Rasulullah saw saat mendengar namanya disebutkan adalah orang yang bakhil.

BAB III

HUKUM MEMBACA SHALAWAT NABI MUHAMMAD SAW

  1. A.    Hukum Shalawat Nabi Muhammad saw secara Umum

Setelah memperhatikan dalil-dalil yang mengharuskan mengucapkan shalawat kepada Nabi Muhammad saw, perlu adanya pembahasan yang lebih mendalam untuk menentukan hukumnya. Hal ini diperlukan karena setiap perintah yang ada di dalam al-Qur’an, terlebih dikuatkan oleh beberapa hadits adalah sebuah perintah yang harus dikerjakan oleh setiap hamba. Selain itu, hal ini juga berhubungan dengan sikap yang harus diambil dan akhlak yang harus dimiliki oleh umat muslim.

Perintah Allah swt kepada orang-orang mukmin untuk bershalawat kepada Nabi Muhammad saw dalam firmanNya صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا (bersholawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadaNya) menunjukkan atas kewajibannya. Hal ini berdasarkan kaidah Ushuliyah yang menyatakan

الْأَصْلُ فِي الْأَمْرِ لِلْوُجُوْبِ اِلَّا مَا دَلَّ الدَلِيْلُ عَلَى خِلَافِهِ

Artinya: Asal dalam perintah adalah wajib, kecuali jika ada dalil yang menyelisihinya.

Berdasarkan pada hal ini, para ulama’ setuju bahwa hukum bershalawat kepada Nabi Muhammad saw adalah wajib[11]. Akan tetapi mereka berbeda pendapat mengenai waktu wajibnya mengucapkan shalawat. Sebagian ulama’ berpendapat bahwa wajib mengucapkan shalawat setiap kali disebutkan nama Nabi Muhammad saw. Ada pula yang berpendapat bahwa shalawat wajib diucapkan hanya satu kali dalam suatu majelis (pertemuan) meskipun dalam majelis tersebut nama Nabi Muhammad saw disebutkan berkali-kali. Sedangkan ulama’ yang lain berpendapat bahwa wajib memperbanyak shalawat tanpa ada batasan jumlah dan tidak pula dibatasi hanya dalam majlis tertentu. Pendapat mereka ini didasarkan pada perintah Allah swt dalam Qs. al-Ahzab (33): 56 dan hadits nabi yang mengandung ancaman bagi orang yang tidak mau bershalawat kepada Nabi Muhammad saw[12].

Kaidah ushuliyah menyatakan bahwa

الْأصْلُ فِي الْأمْرِ لَا يَقْتَضِي التِكْرَارَ اِلَّا مَا دَلَّ الدَلِيْلُ عَلَي خِلَافِهِ

Artinya: Asal di dalam sebuah perintah tidak mengharuskan pengulangan, kecuali terdapat dalil yang menyelisihinya.

Berdasarkan pada kaidah tersebut Jumhur Ulama’ berpendapat bahwa shalawat Nabi hanya wajib diucapakan sekali seumur hidup. Selain itu, mereka juga menyatakan bahwa shalawat Nabi adalah salah satu bentuk muqarabah (mendekatkan diri pada Allah swt) dan ibadah seperti dzikir, tasbih dan tahmid. Oleh karena itu, shalawat Nabi hanya wajib diucapkan sekali seumur hidup, selebihnya adalah sunnah. Namun sudah selayak bagi setiap muslim untuk memperbanyak shalawat karena beberapa keutamaan yang dimilikinya, sebagaimana yang terdapat dalam hadits-hadits Nabi.

  1. B.     Hukum Membaca Shalawat Nabi Muhammad saw dalam Shalat

Shalat adalah ibadah yang wajib ditegakkan oleh setiap muslim dengan syarat-syarat dan rukun-rukun yang telah ditetapkan oleh Rasulullah saw. Salah satu rukun shalat adalah membaca tasyahud. Mengenai membaca tasyahud ini, para ulama’ telah bersepakat bahwa hal itu termasuk rukun shalat, akan tetapi mereka berbeda pendapat mengenai hukum bacaan shalawat di dalam tasyahud. Dalam hal ini, para ulama’ terbagi menjadi dua kelompok pendapat, kelompok pertama berpendapat bahwa membaca shalawat Nabi Muhammad saw hukumnya adalah wajib dan kelompok kedua berpendapat bahwa membaca shalawat Nabi Muhammad saw hukumnya adalah sunnah muakkadah[13].

Ulama’ yang berpendapat wajib membaca shalawat dalam shalat adalah Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal. Mereka mendasarkan pendapatkan mereka dengan dalil firman Allah

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bersholawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadaNya.”[14]

Bentuk Amr (perintah) dalam ayat ini menunjukkan hukum wajib, dan kewajiban ini bersifat muthlaq, tidah terbataas pada keadaan teretentu sehingga sholawat juga wajib diucapkan di dalam shalat.

Dalil lain yang digunakan oleh Syafi’iyah dan Hanabilah adalah hadits dari Abu Sa’id al-Khudri

يَا رَسُوْلَ اللهِ هَذَا التَسْلِيْمُ عَلَيْكَ قَدْ عَرَفْنَاُه فَكَيْفَ الصَّلَاةُ عَلَيْكَ قَالَ قُوْلُوْا اللّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَرِسُوْلِكَ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وِآلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إبْرَاهِيْمَ

Artinya: wahai Rasulullah, salam bagimu ini telah kami ketahui, lalu bagaimanakah bershalawat kepadamu? Nabi menjawab: katakanlah “ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad, hambaMU dan rasulMu, sebagaimana Engkau memberi shalawat kepada Ibrahim. Dan berilah barakah kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau member barakah kepada Ibrahim.

Pendapat kedua adalah hukum membaca shalawat Nabi Muhammad saw di dalam shalat itu sunnah muakkadah. Ulama’ yang berpendapat demikian adalah Malikiyah dan Hanafiyah. Mereka menggunakan argumen sebagai berikut:

  1. Firman Allah Ta’ala

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian kepadanya.

Ayat ini mengandung perintah untuk bershalawat kepada Nabi saw dan hukumnya adalah wajib. Maka ketika seseorang telah melakukannya satu kali baik di dalam maupun di luar shalat, berarti ia telah melaksanakan kewajibannya, sehingga ia sudah tidak memiliki kewajiban untuk mengucapkannya di dalam setiap shalat.

  1. Hadits dari Ibnu Mas’ud tentang seseorang yang diperintah untuk mengulangi shalatnya karena belum sempurna.

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- دَخَلَ الْمَسْجِدَ فَدَخَلَ رَجُلٌ فَصَلَّى ثُمَّ جَاءَ فَسَلَّمَ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَرَدَّ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَلَيْهِ السَّلاَمَ وَقَالَ « ارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ ». فَرَجَعَ الرَّجُلُ فَصَلَّى كَمَا كَانَ صَلَّى ثُمَّ جَاءَ إِلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَسَلَّمَ عَلَيْهِ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « وَعَلَيْكَ السَّلاَمُ ». ثُمَّ قَالَ « ارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ ». حَتَّى فَعَلَ ذَلِكَ ثَلاَثَ مِرَارٍ فَقَالَ الرَّجُلُ وَالَّذِى بَعَثَكَ بِالْحَقِّ مَا أُحْسِنُ غَيْرَ هَذَا فَعَلِّمْنِى. قَالَ « إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلاَةِ فَكَبِّرْ ثُمَّ اقْرَأْ مَا تَيَسَّرَ مَعَكَ مِنَ الْقُرْآنِ ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ثُمَّ اجْلِسْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا ثُمَّ افْعَلْ ذَلِكَ فِى صَلاَتِكَ كُلِّهَا ».

Artinya: sesungguhnya Rasulullah masuk masjid, lalu ada seorang laki-laki yang masuk masjid dan melaksanakan shalat. Setelah selesai shalat, ia menemui Rasulullah dan mengucapkan salam kepada beliau, lalu beliau menjawab salamnya dan berkata “ulangilah shalatmua, karena engkau belum shalat”. Hal ini berlangsung hingga tiga kali, lalu laki-laki tersebut berkata “demi zat yang mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak mampu melakukan yang lebih baik dari pada ini, maka ajarilah aku”. Lalu Nabi bersabda “jika menunaikan shalat maka bertakbirlah kemudian bacalah al-Qur’an yang menurutmu mudah kemudian ruku’lah dengan tuma’ninah kemudian berdirilah hingga tegak, kemudian sujudlah dengan tuma’ninah kemudian duduklah hingga tuma’ninah. Kerjakanlah hal ini pada setiap shalatmu”. (HR. Abu Daud)

Dalam hadits tersebut Nabi menerangkan tata cara shalat yang sempurna, dan beliau tidak menyebutkan shalawat Nabi, jadi shalawat Nabi tidak wajib dibaca saat shalat.

  1. Hadits dari Mu’awiyah as-Sulami

إِنَّ هَذِهِ الصَّلاَةَ لاَ يَصْلُحُ فِيهَا شَىْءٌ مِنْ كَلاَمِ النَّاسِ إِنَّمَا هُوَ التَّسْبِيحُ وَالتَّكْبِيرُ وَقِرَاءَةُ الْقُرْآنِ

Artinya: sesungguhnya di dalam shalat tidak pantas ada perkataan manusia. Shalat hanyalah Tasbih, Takbir dan bacaan al-Qur’an. (HR. Muslim)

Hadits tersebut tidak menyebutkan adanya shalawat Nabi, jadi shalawat Nabi tidak termasuk kewajiban di dalam shalat.

BAB IV

JENIS-JENIS SHALAWAT

Shalawat adalah sebuah kalimat yang wajib diucapkan oleh setiap muslim satu kali dalam seumur hidupnya, dan selebihnya adalah sunnah. Kemudian muncul beberapa kelompok muslim yang sangat mengagungkan shalawat demi mendapatkan limpahan rahmat. Kelompok-kelompok ini saling berlomba untuk memperbanyak shalawat dalam hidupnya dengan berbagai macam kalimat yang berbeda-beda. Ini adalah hal positif yang dimiliki uamt islam, akan tetapi hal positif ini dapat berubah menjadi sesuatu yang negatif dengan munculnya beberapa shalawat yang salah, yaitu shalawat yang tidak pernah diajarkan oleh Nabi Muhammad.

Jika ditinjau lebih lanjut, shalawat terbagi menjadi 2 macam, yaitu shalawat yang benar sebagaimana yang dipraktekkan dan diperintahkan oleh Nabi Muhammad saw dan shalawat yang salah atau shalawat yang tidak pernah dicontohkan dan dipraktekkan oleh Nabi Muhammad. Status dari shalawat yang salah ini ada yang tergolong bid’ah, bahkan ada pula yang tergolong syirik karena beberapa lafadz di dalamnya menjurus kepada arah kesyirikan.

  1. A.    Shalawat yang Sesuai dengan Tuntunan Nabi Muhammad Saw

Nabi Muhammad saw mengajarkan shalawat kepada para sahabat dengan bemacam-macam bentuk dan lafal. Bentuk-bentuk shalawat dapat dilihat dari beberapa hadits berikut ini:

  1. Hadits riwayat Bukhari, Muslim dan Abu Daud

أنَّهُمْ قَالُوْا:يَا رَسُوْلَ اللهِ كَيْفَ نُصَلِّي عَلَيْكَ ؟ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ (قُوْلُوا اللّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَأزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إبْرَاهِيْمَ إنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ )

Artinya: Mereka (para sahabat) berkata, ya Rasulullah bagaimana kami bershalawat kepadamu? Rasulullah menjawab saw, katakanlah, “ya Allah, berilah shalawat kepada Muhammad, istri-istrinya dan keturunannya sebagaimana Engkau bershalawat atas keluarga Ibrahim, dan berkahilah Muhammad, istri-istrinya dan keturunannya sebagaimana Engkau memberkahi keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia”.

  1. Hadits riwayat Bukhari

Ada seorang sahabat yang bertanya

يَا رَسُوْلَ اللهِ أمَّا السَلَامُ عَلَيْكَ فَقَدْ عَرَفْنَاهُ فَكَيْفَ الصَلَاةُ ؟ قَالَ ( قُوْلُوْا اللّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إبْرَاهِيْمَ إنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ اللّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إبْرَاهِيْمَ إنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ)

Artunya: Ya Rasulullah, kami telah mengetahui salam kepadamu, lalu bagaimana kami bershalawat kepadamu? Nabi menjawa, katakanlah, “ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad sebagaimana engkau bershalawat kepada Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia. Ya Allah berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau memberkahi Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia”.

  1. Hadits riwayat Bukhari. Para sahabat berkata,

يَا رَسُوْلَ اللهِ هَذَا السَلَامُ عَلَيْكَ فَكَيْفَ نُصَلِّي عَلَيْكَ ؟ قَالَ (قُوْلُوْا اللّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إبْرَاهِيْمَ وَ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إبْرَاهِيْمَ وآلِ إبْرَاهِيْمَ )

Artinya: Ya Rasulullah, ini adalah salam kepadamu, lalu bagaimana kami bershalawat kepadamu? Nabi menjawa, katakanlah, “ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad, hambaMu dan utusanMu, sebagaimana engkau bershalawat kepada Ibrahim, dan berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau memberkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim.

  1. Hadits riwayat Abu Daud

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَكْتَالَ بِالْمِكْيَالِ الأَوْفَى إِذَا صَلَّى عَلَيْنَا أَهْلَ الْبَيْتِ فَلْيَقُلِ اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ النَّبِىِّ وَأَزْوَاجِهِ أُمَّهَاتِ الْمُؤْمِنِينَ وَذُرِّيَّتِهِ وَأَهْلِ بَيْتِهِ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ ».

Artinya: Dari Abu Hurairah, dari Nabi saw, beliau bersabda, barang siapa berbahagia dengan timbangan yang paling sempurna apabila ia bershalawat kepadaku dan ahli bait, maka hendaknya ia bengucapkan “ya Allah bershalawatlah kepada Muhammad, seorang Nabi, dan istri-istrinya, Ummahatul Mukminin, dan para keturunannya serta ahli baitnya, sebagaimana Engkau bershalawat kepada Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia”.

  1. Hadits riwayat Abu Daud, dari para sahabat, mereka berkata:

يَا رَسُولَ اللَّهِ أَمَرْتَنَا أَنْ نُصَلِّىَ عَلَيْكَ وَأَنْ نُسَلِّمَ عَلَيْكَ فَأَمَّا السَّلاَمُ فَقَدْ عَرَفْنَاهُ فَكَيْفَ نُصَلِّى عَلَيْكَ قَالَ « قُولُوا اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ ».

Artinya: wahai Rasulullah, engkau memerintahkan kami agar bershalawat dan memberi salam kepadamu, kami telah mengetahui cara memberi salam kepadamu, lalu bagaimana kami bershalawat kepadamu? Nabi menjawab, katakanlah, “ya Allah bershalawatlah kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau bershalawat kepada Ibrahim dan berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau memberkahi keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia”.

Demikianlah beberapa hadits yang menerangkan tentang lafadz shalawat Nabi Muhammad saw yang benar. Selain hadits-hadits tersebut, masih terdapat beberapa hadits yang memiliki esensi sama, yaitu mengucapkan Shalawat kepada Nabi Muhammad, istri, keluarga dan anak cucunya. Semua hadits yang ada tidak mengandung kesyirikan seperti meyakini bahwa Nabi adalah yang maha menyembuhkan, maha member rizqi dan lain sebagainya. Jadi bagi setiap kaum muslim yang hendak mengucapkan shalawat kepada Nabi Muhammad harus berpegang pada hadits-hadits tersebut agar sesuai dengan ajaran Rasulullah.

  1. B.     Shalawat yang Tidak Sesuai dengan Tuntunan Nabi Muhammad saw

Ada beberapa kalangan orang yang menghidupkan shalawat-shalawat tertentu  dan menganggapnya sebagai ibadah khusus. Padahal Rasulullah saw sama sekali tidak pernah mengajarkan shalawat tersebut. Bahkan ada beberapa kalimat shalawat yang mengandung kesyirikan. Tujuan mereka bermacam-macam, ada yang melakukannya karena kecintaannya pada Nabi Muhammad, mengikuti perbuatan yang dilakukan kiai atau gurunya, adapula yang berkeyakinan bahwa shalawat-shalawat tersebut mampu mendatangkan berkah, rezeki dan lain sebagainya.

Berikut ini adalah beberapa shalawat bid’ah yang dianggap membawa berkah oleh sebagian kalangan.

  1. Shalawat Nariyah. Shalawat nariyah sering dibaca oleh kalangan kaum muslimin dan ada yang menganggap shalawat ini memiliki khasiat yang luar biasa, seperti mendatangkan rezeki, mengobati penyakit, memudahkan urusan, dan lain sebagaunya. Lafadz shalawat nariyah adalah sebagai berikut,

اللّهُمَّ صَلِّ صَلَاةً كَامِلَةً وَسَلِّمْ سَلَامًا تَامًّا عَلَي سَيِّدِنَا مُحَمَّدٌ الَّذِي تَنْحَلُّ بِهِ الْعُقَدُ وَتَنْفَرِجُ بِهِ الْكُرَبُ وَتُنَالُ بِهِ الرَغَائِبُ وَتُقْضَي بِهِ الْحَوَائِجُ وَيُسْتَسْقَي الْغَمَامُ بِوَجْهِهِ الْكَرِيْمِ عَدَدَ كُلِّ لَمْحَةٍ وَنَفَسٍ بِعَدَدِ كُلِّ مِعْلُوْمٍ لَكَ

Artinya: wahai Allah! Curahkanlah rahmat yang sempurna dan kesejahteraan yang sempurna kepada sayyidina Muhammad sebanyak kedipan mata, hembusan nafas dan sebanyak seluruh apa yang Engkau ketahui. Yang dengannya segala ikatan menjadi lepas, segala kesedihan akan lenyap, dan dengannya segala cita-cita tercapai, dengannya pula segala kebutuhan akan terpenuhi, dan dengan wajahnya yang mulia awan berubah menjadi hujan.

Shalawat nariyah ini merupakan shalawat bid’ah karena Rasulullah sama sekali tidak pernah mengajarkannya. Bahkan shalawat ini mengandung kesyirikan karena orang yang mengucapkannya berarti telah menjadikan tandingan dan sekutu bagi Allah yang Maha Esa. Kalimat Yang dengannya segala ikatan menjadi lepas berarti semua kesulitan yang menyelesaikan adalah Rasulullah yang sudah wafat, bukan Allah yang Maha Hidup. Begitu pula dengan kalimat segala kesedihan akan lenyap berarti segala kesedihan akan hilang bukan karena pertolongan, rahmat atau karunia Allah. Padahal, segala sesuatu yang ada di kehidupan dunia adalah milik Allah, Allah yang menghendaki kebaikan dan keburukan, sementara Rasulullah hanyalah orang yang diutus sebagai perantara untuk menyampaikan riasalahNya kepada seluruh umat manusia.

  1. Shalawat al-Fatih. Shalawat al-Fatih adalah shalawat yang dianggap lebih utama daripada membaca al-Qur’an. Shalawat al-Fatih berbunyi sebagai berikut,

اللّهُمَّ صَلِّ عَلَي سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْفَاِتحِ لِمَا أُغْلِقَ وَالْخَاتِمِ لِمَا سَبَقَ وَالْمُعْلِنِ الْحَقَّ بِالْحَقِّ

Artinya: ya Allah berilah rahmat kepada sayyidina Muhammad sang pembuka segala hal yang tertutup, pemungkas hal yang terdahulu, dan yang menyatakan kebenaran dengan cara yang benar.

Shalawat ini mengandung keganjilan pada kalimat sang pembuka segala hal yang tertutup. Apakah yang dimaksud dengan hal yang tertutup adalah rezeki atau langit atau sesuatu lain, dan kemudian Nabi Muhammad yang membukanya. Padahal Allah swt menegaskan

Atau siapakah yang menciptakan (manusia dari permulaannya), kemudian mengulanginya (lagi), dan siapa (pula) yang memberikan rezki kepadamu dari langit dan bumi? Apakah disamping Allah ada tuhan (yang lain)?. Katakanlah: “Unjukkanlah bukti kebenaranmu, jika kamu memang orang-orang yang benar.”[15]

Shalawat al-Fatih adalah shalawat buatan manusia karena tidak ada satupun hadits Rasul yang menceritakan tentang shalawat al-Fatih. Sudah barang tentu shalawat ini tidak lebih baik daripada membaca al-Qur’an.

  1. Shalawat Munjiyat. Shalawat munjiyat sering digunakan sebagai do’a setelah shalat fajar. Lafadz shalawat munjiyat adalah

اللّهُمَّ صَلِّ عَلَي سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَاةً تُنْجِنَا بِهَا يَا اللهُ مِنْ جَمِيْعِ الْأحْوَالِ وَالآفَاتِ وَتَقْضِي لِي بِهَا جَمِيْعَ الْحَاجَاتِ وَتُطَهِّرُنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ السَّيِّئَاتِ وَتَرْفَعُنَا بِهَا أعْلَى الدَرَجَاتِ وَتُبَلِّغُنَا بِهَا أقْصَى الْغَايَاتِ مِنْ جَمِيْعِ الْخَيْرَاتِ فِي الْحَيَاةِ وَبَعْدَ الْمَمَاتِ يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ

Artinya: ya Allah berilah shalawat kepada sayyidina Muhammad. Ya Allah dengan shalawat itu kami diselamatkan dari segala bencana, seluruh kebutuhan tercapai, seluruh kejelekan dibersihkan dari kami, Engkau angkat kami ke derajat yang paling tinggi, dan cita-cita yang paling tinggi berupa kebaikan di dalam kehidupan dunia, dan setelah mati akan tercapai, wahai Tuhan seru sekalian alam.

Shalawat ini menunujukkan bahwa seseorang yang mengucapkannya berarti telah meminta keselamatan dan kebahagiaan dengan bertawashul menggunakan shalawat dan mensyaratkan kepada Allah swt agar menunaikan permintaannya. Dengan kata lain, ucapan shalawat ini tidak ikhlas untuk mengagungkan Nabi Muhammad saw melainkan untuk meminta keselamatan dan kebahagiaan.

Mayoritas shalawat munjiyat yang tersebar di Indonesia menggunakan kata به pada setiap kata بها. Bila menggunakan kata به berarti bertawasul kepada Nabi Muhammad saw yang sudah wafat. Hal ini termasuk syirik karena bertawasul kepada seseorang yang sudah meninggal dunia.

  1. Shalawat thibbul qulub. Shalawat thibbul (penawar hati) adalah shalawat yang terkadang dibaca oleh muballigh atau kiai dalam mukadimah pidatonya, dan ada pula yang menyakininya dapat menyembuhkan penyakit. Redaksi shalawat thibbul qulub adalah

اللّهُمَّ صَلِّ عَلَي نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ طِبِّ الْقُلُوْبِ وَدَوَائِهَا وَعَافِيَةِ الْأبْدَانِ وَشِفَائِهَا وَنُوْرِ الْأبْصَارِ وَضِيَائِهَا

Artinya: ya Allah berikanlah shalawat kepada Nabi kami Muhammad, yang menjadikan penyembuh dan pengobat hati, penyelamat dan penyehat badan, juga menjadi cahaya dan penerang mata.

Shalawat ini menyatakan bahwa Nabi Muhammad saw adalah obat dan penyembuh hati, padahal Nabi Muhammad sendiri pernah sakit. Tentu saja orang yang pernah sakit tidak dapat menjadi obat untuk orang lain karena ia tidak dapat menjadi obat untuk dirinya sendiri. Ketika ada orang sakit, Rasulullah memohon kepada Allah untuk menyembuhkannya dengan berdo’a

اللّهُمَّ رَبَّ النَاسِ أذْهِبِ الْبَأسَ اشْفِ أنْتَ الشَافِي لَا شِفَاءَ اِلَّا شِفَاؤُكَ شِفَاءً لَايُغَادِرُ سَقَمًا[16]

Artinya: Ya Allah Tuhan manusia, hilangkanlah kejelekan (penyakit) dan sembuhkanlah, Engkaulah yang Maha Menyembuhkan, tidak ada obat melainkan obat dariMu, yaitu obat yang tidak akan meninggalkan rasa sakit.

Jadi jelas bahwa kesembuhan datangnya dari Allah, bukan Nabi Muhammad saw.

  1. Shalawat badar. Shalawat badar adalah shalawat yang digunakan untuk berdo’a dengan bertawasul kepada dan para pahlawan, khususnya pahlawan perang Badar. Kalimat shalawat badar adalah

صَلَاةُ اللهِ سَلَامُ اللهِ عَلَى طه رَسُوْلِ اللهِ. صَلَاةُ اللهِ سَلَامُ اللهِ عَلَى يس حَبِيْبِ اللهِ. تَوَسَّلْنَا بِبِسْمِ اللهِ وَبِالْهَادِي رَسُوْلِ اللهِ. وَكُلِّ مُجَاهِدٍ لِلّهِ بِأهْلِ الْبَدْرِ يَا اللهُ

Artinya: Shalawat dan salam Allah semoga terlimpahkan kepada Thaha, sang utusan Allah. Shalawat dan salam Allah semoga terlimpahkan kepada Yasin, sang kekasih Allah. Kami bertawasul dengan nama Allah dan Rasulullah sang pemberi petunjuk. Juga dengan setiap mujahid di jalan Allah, dengan pahlawan Badar pula wahai Allah.

Rasulullah saw tidak pernah mengajarkan bertawasul kepadanya dan para pahlawan yang telah gugur di jalan Allah swt. Perintah Rasulullah saw adalah berdoa langsung kepada Allah swt. jadi shalawat semacam ini adalah shalawat yang salah karena melanggar perintah Rasulullah saw.

Shalawat-shalawat tersebut adalah jenis shalawat yang sering dipraktekkan oleh beberapa kaum muslimin. Akan tetapi semua shalawat yang telah menjadi adat kebiasaan tersebut tidak pernah diajarkan oleh Nabi Muhammad saw. Jadi sebaiknya bagi kaum muslimin hendaknya meninggal shalawat-shalawat tersebut dan menggantinya dengan shalawat yang telah diajarkan oleh Rasulullah agar tidak terjerumus ke dalam jurang kesesatan.

BAB V

  1. A.    Kesimpulan
  2. Shalawat kepada Nabi Muhammad saw adalah sebuah perbuatan yang diperintahkan oleh Allah saw di dalam QS. al-Ahzab (33): 56. Selain itu, Rasulullah juga telah menerangkan tentang keutamaan bershalawat dalam beberapa haditsnya. Tujuan Allah dan Rasulullah memerintahkan umat muslim bershalawat adalah untuk memberikan rahmat kepada umat muslim itu sendiri, bukan karena nabi Muhammad saw belum selamat dan membutuhkan do’a dari para umatnya agar beliau selamat. Dengan demikian sudah jelas bahwa al-Qur’an dan al-Hadits menerangkan alasan umat Islam harus bershalawat kepada Nabi Muhammad saw, yaitu agar mereka mendapatkan barakah dan rahmat dari Allah swt.
  3. Hukum mengucapakan shalawat Nabi Muhammad saw adalah wajib, karena Allah telah memerintahkan umat manusia untuk melakukannya. Sedangkan makna dasar dari perintah adalah wajib, jadi tidak ragu lagi bahwa shalawat Nabi Muhammad itu wajib diucapkan oleh setiap umat muslim. Dalam seumur hidupnya, umat muslim hanya diwajibkan membaca shalawat satu kali, dan selebihnya adalah sunnah. Namun meskipun demikian, bukan berarti umat islam bebas untuk tidak mengucapkan shalawat setelah mereka mengucapkannya satu kali. Alangkah baiknya bagi mereka untuk senantiasa bershalawat dalam rangka muqarabah (mendekatkan diri kepada Allah swt) dan supaya Allah selalu melimpahkan rahmatnya kepada mereka.

Hukum membaca shalawat Nabi Muhammad saw dalam shalat adalah sunnah muakkadah, karena beberapa hadits yang menerangkan tentang kesempurnaan dan kewajiban shalat tidak menyebutkan bahwa shalawat Nabi termasuk di dalamnya. Namun karena umat islam sangat dianjurkan untuk mengucapkan shalawat, maka mereka juga dianjurkan untuk mengucapkannya di dalam shalat, sehingga hukum membaca shalawat Nabi di dalam shalat hukumnya adalah sunnah muakkadah.

  1. Realitas yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat pada umumnya adalah mereka sangat mengagung-agungkan shalawat. Akibatnya, muncul beberapa shalawat yang tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah saw, bahkan terkadang shalawat tersebut mengandung unsur bid’ah dan syirik. Oleh karena, shalawat yang ada terbagi menjadi dua jenis, yaitu shalawat yang sesuai dengan tuntunan nabi Muhammad saw dan shalawat yang tidak sesuai dengan tuntunan beliau. Jenis shalawat yang boleh dopraktekkan oleh umat Islam adalah shalawat yang sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad saw.
  1. B.     Saran

Setelah menyelesaikan tulisan yang membahas tentang segala hal yang berhubungan dengan shalawat Nabi Muhammad saw, penulis memberikan saran kepada seluruh umat muslim untuk senantiasa menghidupkan shalawat Nabi sesuai dengan tuntunan dan ajaran beliau. Shalawat yang dapat diamalkan hanyalah shalawat yang berasal dari beliau, bukan shalawat yang dibuat-buat oleh beberapa orang yang mengaku ulama’. Sudah seharusnya bagi umat islam untuk tidak mengamalkan shalawat yang dibuat oleh manusia biasa, karena hal itu akan mengarahkan kepada sebuah perbuatan dosa, yaitu bid’ah dan bahkan syirik.

Penulis juga menyarankan kepada para ustadz, ustadzah, kiai, ulama’ dan segenap pembina umat muslim untuk senantiasa menggali ilmu melalui sumber aslinya, yaitu Al-Qur’an dan as-Sunnah. Hilangkanlah ego dan kepentingan pribadi,tundukkan diri dengan mengakui segala kelemahan demi mencapai sebuah kebenaran hakiki. Kebenaran hakiki hanyalah berasal Allah dan Rasulullah, bukan dari beberapa orang yang mengaku suci, karena itu hindarilah taqlid buta (mengikuti tanpa dasar yang jelas) kepada orang-orang yang mengaku suci ini, karena belum tentu mereka membawa kebenaran.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mahrus, Mantan Kiai NU Menggugat Shoalwat dan Dzikir Syirik, Surabaya: Laa Tasyuk Press, 2007.

‘Asqalânî, Imam al-Hâfizh Ahmad Ibnu Hajar Al-, Athrâf al-Musnad al-Imâm Ahmad Ibnu Hanbal, Beirut: Dâr Ibnu Katsîr.

…….., Bulughul Marom Min Adillatil Ahkam, Semarang: Hasyim Putra.

Bukhari Abu Abdillah Muhammad bin Ismail, Al-, Shahih al-Bukhari, Beirut: Dâr Ibnu Katsîr, 1423 H/ 2002 M.

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya Juz 1-30, Surabaya: Danakarya, 2004.

Hajjâj, Muslim Ibnu, Al-, Shahih Muslim, Amman: Bait al-Afkâr ad-Dauliyah, 1419 H/ 1998 M.

Hakim, Abdul Hamid, Mabadi Awwaliyyah, Jakarta: Maktabah Sa’adiyah Putra.

Katsir, Abul Fadâ` Ismail Ibnu, Tafsir Ibnu Katsîr, Beirut: Dârul Kutub al-Ilmiyah, 2008.

Sajistan, Abu Daud Sulaiman bin al-Asy’ats As-, Sunan Abi Daud, Amman: Bait al-Afkâr ad-Dauliyah.

Shabuni, Muhammad Ali Ash-, Tafsir Rawâi’ul Bayân, Makkah: Dâr al-Kitab.

Tirmidzi, Al-Imam al-Hâfizh Abû ‘Isa Muhammad Ibnu ‘Isa At-, al-Jâmi’ al-Kabîr, Beirut: Dâr al-Garb al-Islâmî, 1996.


[1] QS. al-Ahzab (33): 40

[2] QS. al-Anbiya’ (21): 107

[3] QS. al-Hijr (15): 9

[4] QS. al-Ahzab (33): 56

[5] Al-Qur’an DEPAG, 1989, Qs. al-Ahzab (33): 56, hal. 678, catatan kaki no. 1230

[6] Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Misionaris didefinisikan sebagai orang yang melakukan penyebaran warta Injil kepada orang lain yang belum mengenal Kristus; Imam Kristen atau Katolik yang melakukan kegiatan misi.

[7] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, footnote no. 688 hal. 602, 2004, Surabaya: Danakarya.

[8] Sutrisno Hadi, Metodologi Research (Yogyakarta: Andi Offset, 1990), hlm 9.

[9] Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, kitab Fath bab 8, hadits no. 532.

[10] Tafsir Ibnu Katsir, Qs. al-Ahzab (33): 56.

[11] Wajib adalah salah satu hukum dalam ilmu fiqih yang memiliki pengertian sesuatu yang ditetapkan oleh Syari’, jika seseorang melakukannya maka ia akan mendapatkan pahala, dan jika ia meninggalaknnya maka ia akan mendapatkan hukuman.

[12] Hadits riwayat Tirmidzi, an-Nasa’i dan Ibnu Hibban yang berbunyi “sesungguhnya orang bakhil adalah orang yang apabila aku disebut disampingnya, ia tidak bershalawat kepadaku”.

[13] Sunnah Muakkadah adalah salah satu hukum dalam ilmu fiqih yang berarti sesuatu yang berasal dari Syari’, jika seseorang melakukannya maka ia akan mendapatkan pahala, dan jika meninggalkannya maka ia tidak akan mendapatkan siksa. Akan tetapi Nabi sangat menganjurkan untuk dilaksanakan.

[14] Qs. al-Ahzab (33): 56

[15] Qs. an-Naml (27): 64

[16] Hadits riwayat Bukhari

UN

DILEMA UJIAN NASIONAL

Indonesia selalu berusaha berbenah untuk memperbaiki diri dalam segala bidang, termasuk bidang pendidikan. Pendidikan di Indonesia tergolong cukup memprihatinkan karena banyak masyarakat Indonesia yang mendapatkan pendidikan tidak layak, bahkan ada yang sama sekali belum pernah mengenyam pendidikan baik formal maupun non formal. Wajib belajar 9 tahun yang dicanangkan oleh pemerintah tidak berjalan lancar karena beberapa kendala, terutama adalah kendala anggaran dana yang tersendat-sendat. Belum lagi kondisi fisik sejumlah sekolah yang tak layak pakai. Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang disediakan pemerintah tidak seluruhnya digunakan untuk membangun dan memperbaiki sekolah yang ada, sebagiannya mengalir ke kantong-kantong oknum nakal yang tak bertanggung jawab. Akibatnya, para siswa yang seharusnya mendapatkan keringan dengan dana BOS tersebut masih terbebani dengan biaya yang cukup tinggi. Problem lain dalam pendidikan Indonesia adalah sistem dan materi pembelajaran yang kurang efektif bagi siswa. Sistem yang ada tidak mampu memberikan hasil maksimal bagi siswa.

Berbagai cara ditempuh guna menghasilkan sebuah sistem yang dirasa efektif untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Hingga akhirnya pemerintah memutuskan untuk mencanangkan program Ujian Nasional sebagai standar keberhasilan siswa. Siswa yang berhasil lulus dalam Ujian Nasional berhak melanjutkan ke jenjang selanjutnya, sementara siswa yang belum lulus tidak berhak melanjutkannya dan ia harus mengulang. Dengan program ini diharapkan Indonesia mampu mencetak generasi-generasi penerus yang berkemampuan akademik cukup baik. Namun muncul banyak persoalan terkait masalah Ujian Nasional.

Ujian Nasional hanya mengangkat beberapa mata pelajaran tertentu dengan standar nilai tertentu. Tuntutan lulus memenuhi standar nilai yang ditetapkan memunculkan kecemasan pada murid, guru dan wali murid. Ada yang mengatasi kecemasan ini dengan hal positif, dan adapula yang negatif. Sejumlah sekolah melakukan beberapa langkah tertentu demi melampaui target nilai Ujian Nasional.

Mayoritas sekolah memadatkan jadwal pelajaran bagi para calon peserta ujian agar mendapatkan materi yang cukup dan mendapatkan kemudahan dalam mengerjakan soal ujian nasional. Kemudian Istighatsah atau do’a bersama juga menjadi pilihan dan langkah yang ditempuh oleh beberapa sekolah. Tujuannya agar mereka mendapat keridhaan dari Allah dan diberi kemudahan dalam mengerjakan soal ujian serta mendapatkan hasil yang terbaik. Ritual keagamaan lain juga dilakukan untuk keberhasilan ujian nasional, yaitu berziarah di tempat-tempat yang dianggap mampu memeberi berkah dan meminta do’a disana. Padahal, ritual tersebut tidak ada di dalam islam dan tergolong sebagai perbuatan syirik karena mensekutukan Allah dengan hal lain. Sebagai muslim, seharusnya para guru dan siswa percaya bahwa hanya Allah yang mampu memberi pertolongan selain berusaha dengan belajar lebih giat dan tekun.

Fakta lain yang terjadi di lapangan adalah muncul beberapa kecurangan dari berbagai pihak. Demi mewujudkan keberhasilan Ujian nasional, para murid rela bersusah payah mencari bocoran soal dan kunci jawaban. Kecurangan di dalam ruangan juga terjadi dengan beberapa cara, seperti kertas contekan, komunikasi dengan orang lain menggunakan hand phone, dan lain-lain. Yang terparah adalah guru dan pihak sekolah yang terobsesi untuk meluluskan anak didiknya berusaha menggunakan berbagai cara untuk mewujudkan keinginan tersebut. Beberapa guru mulai melakukan kecurangan dengan mencoba mencari bocoran soal. Selain itu, guru juga yang mengerjakan soal tersebut, dan siswa hanya menerima jawaban dari guru.

Hal seperti inikah yang disebut sebagai peningkatan kualitas pendidikan? Efektifkah program ujian nasional? Ujian Nasional yang diharapkan mampu memperbaiki taraf pendidikan warga Indonesia justru menjadi ajang berbagai kecurangan dan ketidakadilan. Selain itu, berbagai ritual yang tak ada dasarnya juga dilakukan oleh beberapa sekolah yang berbasis islam.

Memang bukan sepenuhnya kesalahan pemerintah yang menerapkan program ujian nasional, karena dari sisi lain ujian nasional juga memberikan berbagai dampak positif. Namun yang menjadi kendala adalah bagaimana cara mengatasi problem-problem yang muncul terkait ujian nasional. Menurut pandangan islam, ujian nasional adalah hal yang wajar dilakukan dan tidak ada larangan khusus terkait hal ini. Namun yang menjadi permasalahan adalah dampak negatif yang muncul dari ujian nasional, seperti ritual meminta do’a kepada orang yang sudah meninggal dan benda-benda keramat lainnya, juga kecurangn-kecurangan yang terjadi.

Ritual-ritual keagamaan yang berbau syirik jelas diharamkan di dalam Islam, bahkan merupakan dosa besar yang tidak dapat diampuni oleh Allah. Sebagaimana firmannya

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar”. (QS. an-Nisa’: 48)

Begitu pula dengan kecurangan-kecurangan, Allah telah menegaskan bahwa orang yang curang pasti akan celaka.

وَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِينَ

Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang”. (QS. al-Muthaffifn: 1)

Kedua ayat di atas menunjukkan bahawa Allah membenci dan memurkai perbuatan syirik dan curang serta mencela perbuatan tersebut. Dalam kaidah Ushul Fiqih, kalimat yang mengandung kebencian Allah terhadap suatu perbuatan, berarti perbuatan tersebut adalah Haram.

Ujian nasional, yang sedianya bertujuan untuk mempebaiki taraf pendidikan justru dapat berubah hukumnya menjadi haram karena cara-cara yang ditempuh itu haram. Sebagaimana kaidah yang menyatakan

مَا حَرُمَ أَخْذُهُ حَرُمَ اعْطَاءُهُ

Apa yang haram diambilnya, haram pula digunakannya”.

Oleh karena itu, sudah menjadi keharusan bagi semua pihak untuk tidak mengotori ujian nasional dengan berbagai hal yang yang diharamkan. Allah juga telah melarang umat manusia untuk tidak saling tolong menolong dalam hal yang mengandung dosa.

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”. (QS. al-Maidah: 2)

Hal terpenting yang harus dilakukan pemerintah selain mencanangkan program-program peningkatan mutu pendidikan adalah meningkatkan program pendidikan karakter. Inti dari semua permasalahan yang muncul adalah kurangnya rasa tanggung jawab dari berbagai kalangan. Jika semua pihak sudah menyadari betapa pentingnya pendidikan bagi anak bangsa maka tidak akan muncul permasahalan-permasalahan sebagaimana yang telah terjadi. Dan semua itu dapat dilakukan dengan pelatihan pendidikan karakter.

Yogyakarta, 12 Juni 2012

ArraSea

Hindari Alergi

Alergi? Nggak Lah Yauw

Tanggal 20 Mei adalah hari kebangkitan nasional bagi bangsa Indonesia. Sudah selayaknya kita sebagai warga negara Indonesia merasa bersyukur dan berbangga hati pada para pejuang kemerdekaan dan kebangkitan yang tak kenal lelah mencucurkan keringatnya untuk kejayaan Indonesia. Mereka berjuang hingga titik darah penghabisan.

Nah, lalu apa yang dapat kita perbuat? Kita sebagai kader penerus bangsa harus sadar akan kepentingan bangsa kita. Jangan sampai kita menyia-nyiakan perjuangan nenek moyang dengan bermalas-malasan dan bersikap loyo. Berjuang tanpa kenal lelah dalam kondisi apapun. Itulah semboyan yang harus kita miliki untuk melanjutkan perjuangan para pendahulu kita.

Lalu bagaimana kita mampu berjuang dengan sekuat tenaga jika kondisi tubuh sering rewel? Misalkan saja tubuh yang sering alergi seperti gatal-gatal jika terkena debu atau bulu kucing atau apalah yang bisa membuat alergi. Bukankah itu akan mengurangi intensitas kita dalam berjuang? Apa harus minum obat tiap kali alergi? Eits,, tunggu dulu.. jangan tergesa-gesa mengambil keputusan.

Memang, obat adalah salah satu cara instant mengatasi alergi, tapi obat memiliki dampak buruk bagi kesehatan jika digunakan dalam pemakaian jangka panjang. Selain, itu obat juga akan mengakibatkan ketergantungan bagi penggunanya. Tapi jangan berkecil hati dulu, karena ada cara alami yang ampuh untuk mengatasi masalah alergi ini. apakah itu?? (tapi jangan bilang-bilang ya,, ini rahasia lho,,)

TERTAWA. Hah? Tertawa? Koq bisa? (ssttt,, udah dibilang jangan bilang-bilang koq masih bilang-bilang,,sih). Ini serius, bukan bercanda. Menurut riset mutakhir, humor cukup sakti menggenjot produksi protein yang membangun pertahanan tubuh. Singkatnya, tertawa terbahak-bahak bisa melenyapkan gatal-gatal alergi. (tapi jangan kebablasanen nggak bisa berhenti ya,,)

Riset tentang humor dan alergi itu dilakukan Dr. Hajime Kimata. Pakar imunologi dari Unitika Central Hospital, Kyoto, Jepang ini merilis hasil penelitiannya dalam The Journal of the American Medical Association.

Dalam penelitiannya, Kimata melibatkan 26 pasien alergi, berusia 21-58 tahun. Mereka diminta tidak mengonsumsi obat antialergi selama 72 jam sebelum riset berlangsung. Responden kemudian dipaparkan dengan zat pemicu alergi seperti debu, bulu kucing, atau putik bunga.

Berikutnya, selama 87 menit, responden dipersilakan menonton video humor. Kimata mengukur berbagai parameter darah partisipan yang berkaitan dengan kekebalan tubuh–sebelum, selama, dan sesudah tayangan video humor. Sebagai perbandingan, prosedur yang sama diulang tetapi responden hanya menonton tayangan ramalan cuaca.

Ternyata, kadar protein kekebalan tubuh responden naik 2-5 kali lipat setelah menikmati video humor. Bersamaan dengan itu, gatal-gatal alergi pun hilang tuntas. Efek melegakan ini masih terasa sampai empat jam sesudah tayangan video berakhir. Reaksi semacam ini ternyata tidak dialami para pasien yang hanya disuguhi acara ramalan cuaca.

Begitulah, tertawa memberikan dampak positif bagi para pengidap alergi. Jadi jangan suka bersedih,, sering-seringlah tertawa, tapi jangan sampai kebablasan karena tertawa bisa mematikan hati. Bersikaplah bijak!

(klinik/CN02)